Thursday, December 16, 2010

Berkumpul dengan Keluarga di Surga

Indahnya ke syurga...
Ada penggalan do’a yg nyaris tak pernah kita lewatkan setiap usai sholat. "Robbana hab lana min azwajina wa dzurriyatina qurrota a’yun.", "Ya Rabb, karuniakan kami dengan menjadikan istri serta anak kami penyejuk mata."



Potongan munajat yg diambil dari surat Al-Furqon ayat 72 ini, setidaknya merupakan cermin, kita sangat ingin memperoleh keturunan yg baik. Seorang penjahat, pelaku kriminal, pezina, penipu, siapapun, pasti ingin anak keturunannya menjadi orang baik-baik. Itu suara nurani.


Saudaraku,
Harapan memiliki keluarga dan keturunan yg shalih makin kuat. Terutama dengan tantangan zaman yg semakin keras menerpa nilai moral dan agama."Anak2mu bukanlah anakmu, tapi mereka adalah anak zamannya," begitulah
ungkapan seorang penyair menggambarkan pengaruh zaman yg sangat mempengaruhi kepribadian anak.

Adalah seorang tabi’in bernama Sahal at-Tastri berjanji kepada Allah untuk anaknya saat istrinya masih mengandung anaknya. Ia mengajak anaknya untuk beramal shalih dan berharap agar Allah memberi kehormatan kepadanya dengan anak shalih. Katanya, "Sesungguhnya aku berjanji kepada Allah, aku akan memelihara anakku sejak saat ini, ketika anakku masih dalam bentuk benih atau janin, sampai nanti kelak Allah membangkitkan mereka pada alam kehidupan yang nyata." (Hasyiyah Ibnu Abidin 1/35)
Mendidik anak dan keluarga untuk tetap berada dalam jalan hidayah Allah, sebenarnya banyak bertumpu pada bagaimana kualitas ketaqwaan dan keshalihan orang tua. Firman Allah QS. At-Tahrim ayat 6 yg artinya, "Wahai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka," menyebutkan pemeliharaan itu berawal dari pemeliharaan terhadap diri sendiri (anfusakum), atau fihak orang tua. Setelah itu, barulah pemeliharaan itu diarahkan pada sanak keluarga (ahliikum).
Keshalihan orangtua juga ternyata memiliki akibat pada kebaikan keturunannya. Lihatlah jawaban Nabi Khidir ketika Nabi Musa as bertanya,"Kenapa ia menolak mengambil upah memperbaiki rumah yg hampir runtuh?" Jawaban Khidir adalah, "Kaana abuuhuma shalihan," Adalah orang tua mereka itu orang shalih" (Lihat Al-Kahfi:82)

Saudaraku,
ketahuilah korelasi antara sikap kita kepada orang tua, dengan sikap anak kita kepada kita. Rasulullah saw pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah mempunyai hamba2 yg Ia tidak akan berbicara kepada mereka di hari kiamat, tidak akan mensucikan mereka dan tidak akan melihat mereka." Sahabat bertanya, "Siapakah mereka itu ya Rasulullah?"
Rasul bersabda, "mereka adalah orang yg tidak mau peduli dengan orangtuanya, membenci keduanya dan tidak mau peduli dg anaknya." (HR.Ahmad dan Tabrani).
Apa artinya itu? Kebaikan kita pada orang tua, juga punya hubungan dengan sikap baik anak kita kepada kita sendiri. Pelajaran paling sederhana dari hal ini adalah nasihat Rasulullah yg berbunyi, "Birru aabaa akum yabirrukum abnaa akum." Berbaktilah kalian pada orang tua kalian, niscaya anak keturunan kalian akan berbakti kepada kalian." (HR. Tabrani)

Saudaraku, begitulah.
Memperbaiki hubungan dengan orang tua menjadi sebab tidak langsung ketaatan dan keshalihan anak. Ini sunnah ilahiyah, ketetapan ilahi. Ibnu Hajar menyebutkan dalam al-Ishabah (1/312), bahwa Rasulullah saw bersabda, "Aku masuk surga dan aku mendengar seseorang yg membaca. Aku berkata,"Suara siapa ini?" Malaikat menjelaskan bahwa itu adalah suara Haritsah bin Nu’man. Rasulullah saw lalu bersabda, "Itu krn sifat berbaktinya Haritsah." Dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa Haritsah adalah pemuda yg paling berbakti pada ibunya.
Saudaraku, semoga Allah mengaruniakan kekuatan pada kita untuk memikul tanggung jawab mulia ini. Baik sekali kita mengingat kembali kisah yg diriwayatkan Imam Ahmad, ketika ada seorang pemuda dalam keadaan sekarat.Rasulullah membimbingnya mengatakan "Laa ilaaha illallah", tapi pemuda itu tidak bisa mengatakannya. Padahal, menurut orang2 yg mengenalnya, pemuda itu termasuk orang yg rajin sholat. Akhirnya terbetik kabar bahwa ia mempunyai masalah pada ibunya.
Mendengar hal itu, Rasul segera memanggil ibu pemuda tsb, "Engkau lihat, aku sudah sediakan api menyala, bila engkau memaafkan anakmu maka akan kami biarkan ia, tapi bila tidak kamu akan kami bakar ia dengan api ini. Apakah engkau akan memaafkannya?’ kata Rasulullah. Naluri kasih sayangnya tersentuh hingga ia mengatakan bersedia memaafkan anaknya. "Ya Allah aku bersaksi padamu, dan aku bersaksi kepada RasulMu bahwa aku ridho dengan anakku". Setelah itu barulah pemuda itu bisa mengatakan, Laa ilaaha illallah, Rasulullah bersabda, "Alhamdulillah, yg telah menyelamatkannya dari neraka…"


Saudaraku,
Nikmat terindah bagi keluarga yg tumbuh dalam ketaatan adalah, Allah akan mempertemukan mereka di surga yang abadi. Allah SWT berfirman, "Dan orang2 yang beriman, dan yg anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan,Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka." (QS. Ath-Thur:21). Demikianlah,keberadaan orangtua yg shalih bisa menjadi sebab masuknya anak2 dan keluarga yg lain ke dalam surga.
Dalam Al-I’tiqad, Baihaqi meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad kepada Ibnu Abbas. Bahwa setelah Allah menurunkan

surat An-Najm ayat 39 yg artinya, "Tidak ada (pahala) bagi manusia kecuali sebatas apa yg diupayakannya" Allah menurunkan pula surat Ath-Thur ayat 21 "wa alhaqnaa bihim dzurriyatahum", Kami pertemukan mereka dengan keturunan mereka. Ibnu Abbas mengomentari bahwa yg membuat mereka dipertemukan itu adalah keimanan. "Allah memasukkan anak2 dan keturunan itu ke surga, krn kebaikan
dan keshalihan orangtua mereka, begitu katanya.
Riwayat lain menyebutkan bahwa ayat "wa alhaqnaa bihim dzurriyatahum", itu berarti Allah SWT mengangkat keturunan orang mukmin bersama orang tuanya dalam tingkatan yg sama di surga meski mereka mungkin tidak sama amalnya dengan orangtua mereka.

Ibnu Hajar menyebutkan sebuah hadits, bahwa Haritsah bin Nu’man dating kepada Nabi saw ketika Nabi tengah mendo’akan seseorang. Haritsah duduk dan tidak memberi salam. Jibril bertanya, "Kenapa ia tidak memberi salam, jika memberi salam niscaya akan kami balas salamnya." Nabi menjawab, "Apakah engkau mengenal orang ini?" Jibril berkata, "Ya dia adalah satu dari 80 orang yg bersabar dalam perang Hunain, dan diberi rizki oleh Allah serta diberi rizki anak2 mereka akan masuk surga (al-Ishabah, 1/312). Subhanallah. Begitulah penghargaan Allah SWT terhadap orangtua yg shalih.

Saudaraku, sampai disini mengertilah kita makna perkataan Sa’id bin Musayyib, "Inni la-ushalli fa adzkuru waladi, fa uziidu fi sholati," Sesungguhnya aku sholat, dan aku teringat dengan anakku, lalu kutambahkan lagi sholatku.

Wallahu`alam

No comments:

Yamaha Byson 2011

Yamaha Byson Sobat muda penunggang kuda besi tentu tidak asing dengan motor street fighter atau naked bike. Street fighter m...