Sunday, November 21, 2010

SYAIKH MUHAMMAD FARGHALI

Kilasan Sejarah

SYAIKH MUHAMMAD FARGHALI


Syaikh Muhammad Farghali adalah ketua Ikhwanul Muslimin (IM) di wilayah Ismailiyah. Beliau adalah bagian penting dari IM sejak muda dan sejak mulai bergabung dengan IM. Syaikh Farghali termasuk salah satu da’i IM pada bagian batalyon, perkemahan, tawanan dan penjelajahan bersama para da’i lainnya seperti DR. Abdul Aziz Kamil, Syaikh Muhammad Abdul Hamid, Muhammad Al-Ghazali, Sayyid Sabiq, dkk pada tahun 1940-an.

Beliau seorang mujahid yang santun, perkataannya jelas dan tegas, mengandung makna yang dalam dan di dalamnya ada rasa cinta, rindu dan kasih sayang kepada sahabat-sahabat beliau di IM. Beliau adalah orang yang sangat percaya kepada Allah SWT dan menjadi sahabat  bagi orang-orang mukmin yang jujur dan ikhlas. Beliau sangat benci kepada Inggris dan Yahudi. Pada waktu itu Inggris adalah negara adidaya dan Mesir, yang saat itu Kepala Negaranya adalah Raja Al Faruq, sangat patuh kepada kebijakan (baca:tekanan) Inggris. Saat itu Inggris juga bersekutu dengan Yahudi dalam menjajah Palestina.

Beliau memimpin pasukan IM di Ismailiyah untuk melawan kekuatan Inggris dalam perang di daerah Terusan Suez. Beliau mengorganisir, mendanai dan mengatur persenjataan dengan baik pada perang itu. Makanya nama beliau mampu menggetarkan pihak Inggris dan Yahudi yang akhirnya menyediakan banyak hadiah bagi siapa saja yang bisa menangkap Syaikh Farghali baik hidup atau pun mati. Beliau juga adalah salah seorang yang bergegas berjihad ke perang Palestina pada 1948 bersama sekitar sepuluh ribu mujahidin dari barisan muda IM. Pasukan itu adalah gelombang pertama dari luar Palestina yang  melaksanakan seruan Imam Hasan Al-Banna bahwa pembebasan Palestina tidak akan bisa dilakukan kecuali oleh para mujahid yang beriman.

Dalam Perang Palestina itu, beliau bersama para mujahidin IM berhasil merebut wilayah At-Tih yang sebelumnya dikuasai Yahudi setelah berhasil membunuh banyak tentara Yahudi dan meyerahkan sebagian yang masih hidup kepada tentara Mesir. Saat paling berkesan adalah saat beliau naik ke dataran tinggi di Palestina dan mengumandangkan adzan Subuh, tanda semangat yang menyala-nyala. Tetapi atas perintah dari An-Naqrasy Pasya –Perdana Menteri Mesir pada saat itu- serta atas tekanan Inggris dan sekutunya, mereka memutuskan untuk membubarkan IM dan menangkap semua pejuangnya (termasuk Syaikh Farghali), merampas persenjataan IM dan memasukkan beliau semua ke penjara.


Dalam penjara itu, para mujahidin IM mendapat penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi. Hamzah Al Basuni-panglima penjara- menyita semua mushaf milik para mujahid, melemparkan mushaf-mushaf tersebut di dekat kaki-kaki mereka dan membakarnya di depan para mujahid IM seraya berkata, “Sesungguhnya membaca Al-Qur’an di dalam penjara itu dilarang.” Hamzah dan anak buahnya juga menyerang para mujahid IM ketika para mujahid itu sedang sujud di dalam sholatnya. Syaikh Farghali meyaksikan sendiri saat menantu beliau, DR. Mahmud Ar-Rawi, dibenturkan kepalanya ke dinding penjara pada saat DR. Mahmud mengimami sholat di sel penjara nomor 173. Para mujahid juga  tidak diberi air walau pun mereka sangat haus dan sering kali jatah makan para tahanan dimakan oleh anjing-anjing yang memang sengaja dipelihara di penjara. Di antara para mujahid itu ada yang sudah tua dan sakit-sakitan.

Dalam pengadilan militer, Syaikh Farghali dituduh dengan dakwaan yang dibuat-buat bahwa beliau telah menyimpan senjata untuk merongrong undang-undang pemerintahan. Saat itu Gamal Abdul Nasser sudah berkuasa pasca kudetanya pada Juli 1952 terhadap Raja Al-Faruq. Abdul Nasser juga memfitnah bahwa IM berniat melakukan pembunuhan terhadapnya saat dia melakukan orasi di lapangan Al Munsyiyah, padahal tentu saja itu hanya rekayasa. Akhirnya sanksi bagi Syaikh Farghali adalah hukuman mati.

Sebuah koran Perancis, Baromats, yang terbit pada tanggal 8 Desember 1954 menulis berita berikut: “Pada jam 06.00 pagi kemarin tanggal 7 Desember 1954, dikibarkan bendera hitam di atas penjara Kairo dan mereka semua dijatuhi hukuman mati, mereka diseret dengan kaki telanjang dan pakaian hukuman mati berwarna merah.”

Pelaksanaan hukuman mati itu dimulai dari enam anggota IM yaitu Mahmud Abdul Lathif, Yusuf Thal’at, Handawi Dawir, Ibrahim Thayib, Abdul Qadir Audah dan Muhammad Farghali sendiri. Pada jam delapan pagi, beliau semua siap di tiang gantungan dengan penuh keberanian. Beliau semua memuji Allah SWT atas pemberian-Nya berupa kemuliaan untuk mati syahid. Syaikh Farghali berkata, “Saya siap mati dan siap bertemu dengan Allah SWT.” Beliau pun syahid di usia 45 tahun.

Ketika berita syahid beliau sampai ke tangan ibundanya yang tinggal di propinsi Asyut di Sha’id, Mesir, beliau langsung berdiri, berwudhu dan sholat dua raka’at. Ibunda beliau berkata dengan tegar kepada para wanita yang datang untuk menghiburnya, “Saya tidak ingin mendengar satu kalimat pun yang akan menjadikan Tuhanku marah. Saya telah menganggap anak saya syahid di jalan Allah SWT karena itu saya tidak akan menangisinya. Saya tidak akan marah atau meminta naik banding. Saya menunggu pengadilan di depan Allah SWT bagi orang-orang yang membunuhnya. Saya serahkan masalah saya kepada Allah SWT.”

Syaikh Farghali meninggalkan satu wasiat tertulis kepada anak-anaknya, “Kalian tidak lagi mempunyai sumber penghasilan untuk hidup. Mintalah pertolongan kepada Allah SWT dan ketahuilah bahwa Dia-lah yang menciptakan kalian dan Dia pula lah yang memberi rizki kepada kalian. Dia lebih utama bagi kalian daripada saya. Saya telah mewakilkan kalian kepada-Nya. Dia adalah sebaik-baik Penguasa dan sebaik-baik Penolong.”

Sementara itu dunia Arab dan Islam sangat marah dan tidak terima dengan perlakuan itu. Sehingga diumumkan di Syam dan di belahan bumi Arab lain bahwa tahun 1954 adalah tahun kesedihan. Sedangkan Syaikh Ali Ath-Thanthawi berkata di stasiun radio Damaskus dan di koran-koran Arab dan dunia Islam, “Menurut saya tahun ini tidak saya namakan dengan tahun kesedihan, melainkan tahun kegembiraan dan kebahagiaan. Karena para mujahid itu kembali kepada Allah SWT dengan pesta kebahagiaan. Yaitu pestanya para syuhada dan para bidadari. Sehingga jika saya bertemu dengan anggota IM yang lain maka saya bukan bertemu untuk bertakziyah melainkan untuk mengucapkan selamat. Bukankah seorang muslim selalu mengharapkan untuk mati syahid dan husnul khotimah? Saya pun berharap bisa seperti para syuhada itu, mati syahid dan mendapat surga karena melawan orang-orang zalim dan jahat. Semoga Allah SWT menyaksikan apa yang saya katakan.”

Semoga Allah SWT mencurahkan rahmat kepada Syaikh Muhammad Farghali dan para syuhada yang syahid bersama beliau atau yang syahid di dalam penjara. Semoga Allah SWT mengasihi kita juga dengan menjadikan kita berkumpul bersama para syuhada kelak. Amiin.


Summarized from “Wa ‘Araftu Al-Ikhwan” (Ikhwanul Muslimin Yang Saya Kenal)
Author : DR. Mahmud Jami’ (Translated by : Munirul Abidin, M.Ag)
The Original Publisher : Dar At-Tauzi wa An-Nasyr Al Islamiyah, Cairo (2004)
The Indonesian Publisher : Pustaka Al-Kautsar (2005)


26 Rajab 1430 H / July 19, 2009

-- Tatiek Purwanti --

No comments:

Yamaha Byson 2011

Yamaha Byson Sobat muda penunggang kuda besi tentu tidak asing dengan motor street fighter atau naked bike. Street fighter m...