Wednesday, September 29, 2010

Gema Adzan Menggetarkan Jiwaku!

Ia banyak berpikir dan membaca tentang Islam. Dan ketika mendengarkan  suara adzan, ia mengaku merasa sangat gemetar

Oleh: M. Syamsi Ali*


Senin malam lalu, bertepatan dengan hari peringatan kelahiran Dr. Martin Luther, pejuang hak-hak kesetaraan antarras di AS, dilangsungkan perhelatan akbar di Lincoln Center kota New York. Sedikitnya 2000 penonton menghadiri acara pertunjukan International Distinguished Concert of New York (IDCNY) dengan tema “The Armed for Peace”.

Acara ini sendiri dikemas sebagai rangkaian memperingati hari kelahiran Martin Luther sebagai simbol  ‘non violence’ (anti kekerasan/perang). Sedangkan acara dengan tema “The Armed Force for Peace” dimaksudkan sebagai tandingan terhadap “the Armed Force for war”, yang akhir-akhir ini mendominasi berbagai peristiwa dunia kita.

Friday, September 17, 2010

Pelajaran Baru dari Keteguhan Syaikh Abu Thair

Pelajaran Baru dari Keteguhan Syaikh Abu Thair
 
Fuad Al-Khafasy
Kehidupan adalah sikap, demikianlah sejarah mengajarkan pada kita. Sejarah tidak ditulis dalam satu atau dua hari dengan air mawar atau di tepi sungai samping resort perumahan mewah. Sejarah ditulis dari kesulitan dan sikap heroik serta keberanian dalam memutuskan berdasarkan kepercayaan dari janji Tuhannya.
Dari pelajaran inilah kita dapat merasakan kemuliaan dan yang membuat kita merasa bangga atas keasilian sikap yang ditampilkan, Sheikh Mohammed Abu Thair di depan kediktatoran dan vonis tidak sah.
Sikap ini tidak perlu banyak komentar maupun fotografi dari Syekh Abu Thair yang tangan dan kakinya diborgol. Padahal ia telah menghabiskan separoh hidupnya berpindah dari satu penjara ke penjara lainya memakai celana tanpa sabuk pinggang dibungkus, kemeja tanpa disetrika, rambutnya tidak disisir rambut yang sudah memutih dan jenggot yang kemerah-merahan. Mengenakan sepatu tanpa ikatan di kakinya, sebagaimana diterapkan oleh prosedur penjara Israel.
Ia memasuki ruang sidang, duduk di kursi sambil membetulkan kacamatanya, membagikan senyum kepada mereka yang datang dari para pengacara dan wartawan, melibatkan jari tangannya satu sama lain. Kemudian hakim memasuki ruang semua berdiri, tetapi Sheikh Abu Thair tetap duduk, ia tidak mengakui pengadilan dan keputusan-keputusanya. Lalu dakwaan dibacakan, tudingan dan tuduhan dialamatkan pada Syekh. Seperti telah mengancam keamanan di wilayah Al-Quds, oleh karena itu ia harus keluar dari wilayah tersebut. Iapun harus membayar sejumlah uang sebesar 100 ribu dolar sebagai jaminan. Dan dengan jaminan dari para pedagang senior kota Al-Quds. Semua itu demi menjamin tidak kembalinya Syaikh ke Al-Quds. Dan semua ini ditawarkan sebagai imbalan kebebasanya dari penjara Israel.
Syekh tersenyum dan mengatakan pada hakim, apakah anda gila dan mengulangi kata-kata Allah, YaTuhanku penjara adalah lebih aku cintai daripada saya diajak untuk melakukan untuk itu. Saya ingin penjara dan menolak devortase, walau aku harus menghapuskan sisa umurku di dalam penjara. Sidang tercengang mendengar jawaban Syaikh. Keputusan penjara dan menolak keluar dari Al-Quds. Keputusan penjara dan menolak tawaran itu lebih disukai  dari pada keluar kampung halaman dan kota asalnya. Bahkan kematian lebih ia sukai darpada seribu kali hidup di luar tembok (Al-Quds).
Sebenarnya saya , saat menuliskan kata-kata syaikh untuk tetap tinggal di Al-Quds dengan konsekwensi penjara, membawaku ke masa-masa silam tentang kisah orang-orang  shaleh. Aku merasa bangga dengan sikap Syaikh. Walaupun kita para pemilik sejarah, namun sejak lama kita tidak merasakan sikap seperti ditampilkan Syaikh.
Syaikh adalah pengajar yang tidak butuh propaganda atau dicantumkan sebagai pahlawan akibat sikap-sikapnya. Sikap ini, bukan pertama kalinya ia lakukan. Sejarah telah mencatatnya bagaimana sikap Syiakh di masa-masa lalu yang tegas dan berani serta penuh kepahlawanan dalam menghadapi setiap tekanan.
Keputusan yang diambil syaikh bukan keputusan untuk dirinya, tetapi merupakan pelajaran bagi setiap bangsa Palestina yang muslim, bahkan pelajaran bagi Zionis dan kaum penjajah. Di dalamnya ada pelajaran tentang cinta pada tanah air dan Al-Quds. ia selalu ada di dada sang Syaikh dan para pemikut syiakh. Ini juga pelajaran bagi para penjajah, bahwa kematian, penjara dan peperangan itu seribu kali lebih ringan disbanding keluar dari kampung halamanya.  
Untukmu wahai pejuang sejati, semua penghormatan, kebanggaan dari anak-anakmu dan orang-orang yang mencintaimu. Misimu telah sampai pada kami. Kami telah mendapat pelajaran baru darimu, cinta tanah air dan rindu pada Al-Aqsha. (asy

Film "Sang Pencerah"

Film "Sang Pencerah"
Wapres: Pesan Perdamaiannya Tepat
Laporan wartawan KOMPAS Suhartono


JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah situasi hubungan antarumat beragama yang terusik sekarang ini, film Sang Pencerah, yang menceritakan berdirinya perkumpulan Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan, dinilai tepat oleh Wakil Presiden Boediono.

Pernyataan itu diungkapkan Wapres Boediono saat ditanya pers seusai satu setengah jam menyaksikan film Sang Pencerah di salah satu bioskop di Jakarta, Jumat (17/9/2010) malam ini.

"Pesannya tepat dan bagus sekali bagi perdamaian dan terutama bagi generasi muda," kata Wapres Boediono.

Pers sebelumnya menanyakan makna film tersebut dengan aktualitas hubungan antarumat beragama pascapenusukan penatua Gereja HKBP Bekasi, Jawa Barat, terkait dengan larangan beribadah jemaat HKBP.

Tentang film yang disutradari Hanung Bramantyo dan dimainkan oleh Lukman Sardi itu, Boediono hanya berkomentar satu kata, "Luar biasa", seraya menunjukkan dua jempolnya.

Didampingi istrinya, Ny Herawati, Wapres Boediono mengaku inilah film terbaik yang pernah ia tonton. "Gabungan antara elemen entertainment dan pesan yang ingin disampaikan dengan baik sekali," lanjutnya.

Film yang berbicara cikal bakal dan proses berdirinya organisasi massa yang kini berusia seabad (1867-1912) itu bertutur tentang lahirnya gerakan Muhammadiyah yang dipelopori Darwis—yang kemudian menjadi Ahmad Dahlan—dengan segala pergolakannya. Mulai dari penolakan ajaran Islam modern yang dibawa Darwis hingga pembakaran langgar Kidoel Achmad Dahlan, miliknya, oleh umat yang menolaknya.

"Sang Penanda"

Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengaku senang Wapres Boediono memenuhi undangannya menyaksikan film tersebut. Din mengaku sudah enam kali mendampingi pejabat menonton film drama religi tersebut.

Tercatat sejak diluncurkan belum lama ini, ia telah mendampingi mantan Wapres Muhammad Jusuf Kalla hingga Boediono. "Kalau film ini laris, hasilnya akan digunakan untuk membuat film ini yang kedua kalinya," kata Din. Judulnya kemungkinan Sang Penanda.
sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2010/09/17/22461860/Wapres:.Pesan.Perdamaiannya.Tepat

Thursday, September 16, 2010

Sudah Shalat Ied Hari Jumat, Apa Masih Wajib Shalat Jumat?

Sudah Shalat Ied Hari Jumat, Apa Masih Wajib Shalat Jumat?
Selasa, - 06:13:10 - 4079
Masalah ini memang sering ditanyakan ke saya, yaitu masihkah kita wajib shalat Jumat kalau pagi harinya kita sudah shalat Ied? Atau dengan kata lain, apakah shalat Idul Fithri atau Iedul Adha yang jatuh di hari Jumat, akan menggugurkan kewajiban shalat Jumat di siang harinya?

Ada tiga jawaban sederhana untuk masalah ini :

Pertama : Haditsnya Dhaif (Lemah)

Sebenarnya hadits yang menyebutkan ada sebagian shahabat dibolehkan tidak ikut shalat Jumat di hari Raya Iedul Fithri dari sisi kekuatan sanadnya masih bermasalah alias dhaif. Banyak pakar hadits yang mendhaifkan hadits ini dan yang semisalnya.

Dan kita tahu bahwa hadits yang bermasalah dari segi kekuatan sanadnya, tidak boleh dijadikan dalil atau hujjah dalam urusan aqidah, syariah, ibadah serta halal-haram.

Masak sih hari gini masih doyan makan hadits dhaif? Apa kata dunia?

Kedua : Nabi dan Para Shahabat Lainnya Tetap Melaksanakan Shalat Jumat

Pada kenyataannya tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW dan para shahabat di Madinah hari itu LIBUR dari shalat Jumat. Kalau pun kita terima hadits itu dengan memaksakan kehendak, yang tidak ikut shalat Jumat hanya beberapa orang saja, tidak melibatkan semua shahabat.

Artinya, di Madinah shalat Jumat pada hari Raya Iedul Fithri tetap berlangsung, tidak ada istilah libur atau cuti.

Ketiga : Yang Diberi Keringanan Tidak Shalat Jumat Memang Mereka Yang Pada Hakikatnya Tidak Wajib Shalat Jumat

Ini informasi yang paling penting mengenai adanya izin dari Rasulullah SAW atas sebagian shahabatnya untuk tidak ikut shalat Jumat di hari Raya. Mengapa Beliau SAW membolehkan?

Ternyata kalau kita selidiki lebih jauh, mereka itu memang bukan penduduk Madinah. Mereka ada kaum yang tinggal di luar daerah, bahkan sebagian kalangan menyebut mereka sebagai nomaden yang hidup berpindah-pindah.

Maka secara hukum, bukan hanya pas di hari Jumat yang bertepatan dengan Idul Fithri saja mereka dibolehkan tidak shalat Jumat, tetapi setiap hari Jumat sepanjang tahun memang mereka bukan orang yang diwajibkan shalat Jumat.

Salah satu syarat wajib shalat Jumat adalah status bermuqim, bukan musafir. Dan orang yang nomaden termasuk mereka yang pada dasarnya tidak wajib shalat Jumat.

Jumhur Ulama : Shalat Jumat Tetap Wajib

Jumhur ulama, selain Al-hanabilah, meski ada beberapa dalil hadits, sepakat bahwa shalat Jumat tetap wajib dilakukan, meski hari itu adalah hari raya, baik Idul fithr maupun Idul Adha. Mereka yang secara sengaja meninggalkan shalat Jumat di hari itu, selain berdosa juga wajib melaksanakan shalat Dzhuhur. Sebab dalam pandangan mereka, shalat Jumat tetap wajib hukumnya.

Dalam pandangan mereka, kekuatan dalil-dalil qath`i atas kewajiban untuk melaksanakan shalat Jumat di hari raya tidak bisa dikalahkan oleh dalil tentang bolehnya tidak shalat Jumat. Sebab kewajiban shalat Jumat didasari oleh Al-Quran, As-sunnah dan ijma` seluruh umat Islam.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(QS. Al-Jumu`ah : 9)

Ada banyak hadits nabawi yang menegaskan kewajiban shalat jumat. Diantaranya adalah hadits berikut ini :


وَعَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً مَمْلُوكٌ وَامْرَأَةٌ وَصَبِيٌّ وَمَرِيضٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ

Dari Thariq bin Syihab radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Shalat Jumat itu adalah kewajiban bagi setiap muslim dengan berjamaah, kecuali (tidak diwajibkan) atas 4 orang. [1] Budak, [2] Wanita, [3] Anak kecil dan [4] Orang sakit." (HR. Abu Daud)

Hadits ini menegaskan bahwa yang menggugurkan kewajiban shalat Jumat hanya hal-hal tersebut. Dan tidak ada dijelaskan bahwa shalat idul fithr dan idul adha berfungsi menggugurkan shalat jumat.


مَنْ تَرَكَ َثلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا طبَعَ الله عَلىَ قَلْبِهِ

Dari Abi Al-Ja`d Adh-dhamiri radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Orang yang meninggalkan 3 kali shalat Jumat karena lalai, Allah akan menutup hatinya." (HR. Abu Daud, Tirmizy, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad)

Selain itu, ancaman buat orang yang meninggalan shalat jumat secara sengaja sangat berat. Bentuknya sampai disebut-sebut bahwa Allah akan menutup hati seseorang, sehingga tidak bisa menerima hidayah dari Allah SWT.


لَيَنتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الجُمُعَةَ أَوْ لَيَخْتَمَنَّ الله عَلَى قُلُوْبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُوْنَنَّ مِنَ الغَافِلِيْنَ

Dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa mereka mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di atas mimbar,"Hendaklah orang-orang berhenti dari meninggalkan shalat Jumat atau Allah akan menutup hati mereka dari hidayah sehingga mereka menjadi orang-orang yang lupa".(HR. Muslim, An-Nasai dan Ahmad)

Berdasarkan dalil-dalil qath`i di atas, meninggalkan shalat jum’at termasuk dosa-dosa besar.

Al-Hafidz Abu Al-Fadhl Iyadh bin Musa bin Iyadh dalam kitabnya Ikmalul Mu’lim Bifawaidi Muslim berkata: “Ini menjadi hujjah yang jelas akan kewajiban pelaksanaan shalat Jum’at dan merupakan ibadah Fardhu, karena siksaan, ancaman, penutupan dan penguncian hati itu ditujukan bagi dosa-dosa besar (yang dilakukan), sedang yang dimaksud dengan menutupi di sini adalah menghalangi orang tersebut untuk mendapatkan hidayah sehingga tidak bisa mengetahu mana yang baik dan mana yang munkar”.

Sedangkan dalil yang membolehkan sebagian shahabat untuk tidak shalat Jumat dalam kasus itu hanya didasari oleh beberapa hadits, yang sebagiannya tidak shahih, atau setidaknya bermasalah.

Lagi pula kalau dalam kasus itu ada keringanan dari Rasululah SAW kepada sebagian shahabat, ternyata Rasulullah SAW sendiri tetap melaksanakan shalat Jumat. Kalau Rasulullah SAW sendiri tetap melaksanakannya, kenapa harus mengikuti apa yang dilakukan oleh sebagian shahabat. Bukankah kita ini shalat mengikuti Rasulullah?

a. Pendapat Al-hanafiyah dan Al-Malikiyah

Mewakili pendapat jumhur ulama, para ulama Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa suatu shalat tidaklah bisa menggantikan shalat yang lainnya dan sesungguhnya setiap dari shalat itu tetap dituntut untuk dilakukan.

Suatu shalat tidaklah bisa menggantikan suatu shalat lainnya bahkan tidak diperbolehkan menggabungkan (jama’) diantara keduanya. Sesungguhnya jama’ adalah keringanan khusus terhadap shalat zhuhur dan ashar atau maghrib dan isya.

b. Pendapat As-Syafi`iyah

Mewakili juga kalangan jumhur ulama, mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan bahwa kebolehan tidak shalat Jumat itu hanya berlaku khusus buat penduduk suatu kampung yang jumlahnya tidak mencukupi angka 40 orang.

Selain itu, orang yang tinggal di tempat terpencil jauh dari peradaban dan tidak mendengar adzan jumat, juga tidak wajib shalat Jumat. tapi mereka yang mendengar suara adzan dari negeri lain yang disana dilaksanakan shalat jum’at maka hendaklah berangkat untuk shalat jum’at.

Dalil mereka adalah perkataan Utsman didalam khutbahnya,”Wahai manusia sesungguhnya hari kalian ini telah bersatu dua hari raya (jum’at dan id, pen). Maka barangsiapa dari penduduk al ‘Aliyah—Nawawi mengatakan : ia adalah daerah dekat Madinah dari sebelah timur—yang ingin shalat jum’at bersama kami maka shalatlah dan barangsiapa yang ingin beranjak (tidak shalat jum’at) maka lakukanlah.

Shalat Jumat Tidak Wajib : Pendapat Menyendiri dari Al-Hanabilah

Mazhab ini menyimpulkan bahwa shalat Jumat gugur apabila pada pagi harinya seseorang telah melaksanakan shalat `Ied.

Dalil yang mereka kemukakan ada beberapa hadits, antara lain :


أن زيد بن أرقم شهد مع الرسول ـ صلى الله عليه وسلم ـ عيدين اجتمعا فصلى العيد أول النهار ثم رخص في الجمعة وقال: " من شاء أن يجمع فليجمع" في إسناده مجهول فهو حديث ضعيف.

Bahwa Zaid bin Arqam menyaksikan bersama Rasulullah SAW dua hari raya (Ied dan Jumat), beliau shalat Ied di pagi hari kemudian memberikan keringanan untuk tidak shalat Jumat dan bersabda,"Siapa yang mau menggabungkan silahkan. (HR. Ahmad Abu Daud Ibnu Majah dan An-Nasai)

Hadits ini isnadnya majhul dan merupakan hadits yang dhaif (lemah).


عن أبي هريرة أنه صلى الله عليه وسلم قال: "قد اجتمع في يومكم هذا عيدان؛ فمن شاء أجزأه من الجمعة وإنا مُجَمّعُون" رواه أبو داود

Dari Abu Huraiah RA bahwa Nabi saw bersabda,”Sungguh telah bersatu dua hari raya pada hari kalian. Maka barangsiapa yang ingin menjadikannya pengganti (shalat) jum’at. Sesungguhnya kami menggabungkannya.”(HR. Abu Daud)

Terdapat catatan didalam sanadnya. Sementara Ahmad bin Hambal membenarkan bahwa hadits ini mursal, yaitu tidak terdapat sahabat di dalamnya.

Mazhab Al-Hanabilah mengatakan bahwa orang yang melaksanakan shalat id maka tidak lagi ada kewajiban atasnya shalat jum’at. Namun pandangan ini tetap mewajibkan seorang imam untuk tetap melaksanakan shalat Jumat, jika terdapat jumlah orang yang cukup untuk sahnya suatu shalat jum’at. Adapun jika tidak terdapat jumlah yang memadai maka tidak diwajibkan untuk shalat jum’at.

Kesimpulan :

1. Kebolehan tidak shalat Jumat lantaran jatuh pada hari raya Idul Fithr atau Idul Adha adalah pendapat satu mazhab yaitu mazhab Imam Ahmad. Selebihnya, mayoritas ulama, seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Asy-Syafi`iyah, tetap mewajibkan shalat Jumat.

2. Seandainya ada saudara kita yang kelihatan cenderung kepada pendapat Al-Hanabilah yang menganggap shalat Jumat telah gugur, kita perlu menghormati hal itu sebagai sebuah pendapat. Beda pendapat itu bukan berarti kita harus bermusuhan kepada mereka.

3. Pendapat mayoritas ulama termasuk di dalamnya Asy-Syafi`iyah yang tetap mewajibkan shalat Jumat, menurut pandangan saya -wallahu a`lam- lebih kuat, selain karena pendapat mayoritas ulama, juga karena beberapa alasan :

a. Dalil tentang wajibnya shalat Jumat adalah dalil yang bersifat Qath`i, didukung oleh Quran, Sunnah yang shahih dan ijma` seluruh umat Islam sepanjang 14 abad.

b. Dalil tentang bolehnya tidak shalat Jumat adalah dalil yang hanya didasari oleh beberapa hadits saja.

c. Bila ada dua kelompok dalil yang bertentangan, maka kebiasaan para ulama adalah mencari titik temu keduanya. Dan dalam pandangan saya, titik temunya adalah bahwa yang diberikan keringanan untuk tidak shalat Jumat adalah mereka yang tinggal di luar kota Madinah. Dimana pada dasarnya, di luar momentum hari Raya sekalipun, mereka memang sudah tidak wajib shalat Jumat.

Dan karena pada hari raya mereka masuk ke kota dan ikut shalat Id, maka kalau siangnya mereka tidak mau ikut shalat Jumat, tentu tidak mengapa. Karena mereka itu pada hakikatnya bukan termasuk orang yang muqim di kota Madinah. Mereka adalah penduduk bawadi (tempat yang tidak dihuni manusia).

Sedangkan kita yang memang penduduk yang bermukim di tempat yang dihuni manusia, sejak awal memang sudah wajib untuk melaksanakan shalat Jumat. Sehingga kalau dalil-dali kebolehan tidak shalat Jumat di atas mau dipakai untuk kita, ada perbedaan konteks.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

sumber: http://www.ustsarwat.com/web/berita-79-sudah-shalat-ied-hari-jumat-apa-masih-wajib-shalat-jumat.html

10 Bersaudara Hafal Al-Qur’an

10 Bersaudara Hafal Al-Qur’an

31/8/2010 | 22 Ramadhan 1431 H | Hits: 8.558
Oleh: Tim dakwatuna.com

10 bersaudara hafal Al-Qur'an (inet)

dakwatuna.com – Telanaipura. Siapa yang menyangka bila 10 putra pasangan H Mutammimul Ula (Ustadz Tammim) dan Wirianingsih (Ibu Wiwi), ternyata bisa menjadi penghapal Alquran alias Hafizh. Pada Sabtu (28/8) lalu, keluarga ini mengikuti undangan DPD PKS Jambi.

Kedua pasangan suami istri tersebut mendidik dan membina kepribadian putra-putrinya dengan kebaikan akhlak, perilaku Qurani, anggota keluarga tidak pernah lepas untuk menghapal ayat suci Alquran yang menjadi pegangan hidup bagi seluruh umat muslim.

Keluarga tersebut juga menjadi inspirasi bagi keluarga muslim lainnya untuk dapat meneladani keistimewaannya. Kesepuluh putra mereka, selain berhasil di bidang keagamaan, juga berhasil di bidang akademik dan kemasyarakatan.

Misalnya, putra pertama H Mutamimul ‘Ula, Afzalurahman Assalam. Kini dia semester akhir Teknik Geofisika ITB, hafal Alquran sejak usia 13 tahun, dan Juara I MTQ putra pelajar SMU se-Solo. Selain itu, dia juga menjabat sebagai Ketua Pembinaan Majelis Taklim Salman ITB dan terpilih sebagai peserta Pertamina Youth Programme 2007.

Hal itu membuktikan bahwa prestasi di bidang menghapal Alquran tidak menyurutkan prestasi lainnya di bidang keduniawiaan, terutama dalam bidang pendidikannya yang terus menanjak.

Selain dari seorang putranya itu, sembilan saudara lainnya juga memiliki prestasi gemilang, dari prestasi akademik, jabatan di keorganisasian, juara MTQ, dan selalu mendapatkan amanah yang baik di dalam lingkungan. Dari kesepuluh putranya, empat putranya hapal 30 juz, ada yang hapal 29 juz, 15 juz, 13 juz, sembilan juz, dan dua juz bagi dua putranya yang masih duduk di bangku SDIT Mampang Jakarta Selatan.

Dalam kesempatan menyambut momen Nuzul Quran (turunnya Alquran), DPD PKS Kota Jambi menghadirkan langsung H Mutamimul ‘Ula dan seorang putranya yang kedelapan yaitu Muhammad Syaihul Basyir atau akrab disapa Basyir, Sabtu (28/8) lalu di Aula Museum Negeri Jambi Telanaipura.

Keluarga Mutamimul pun membagikan tip dan menjadi motivator bagi keluarga muslim di Kota Jambi. Antusiasme peserta yang hadir dalam kegiatan cukup tinggi. Itu terlihat dari jumlah kursi yang disediakan seluruhnya terisi, bahkan ada peserta yang rela untuk berdiri demi mendengarkan motivasi dari H Mutamimul ‘Ula tersebut.

Bagaimana kunci kesuksesannya? Meski keduanya sibuk atas pekerjaan yang sebelumnya merupakan politikus dari PKS serta sibuk dalam dunia dakwah (menyebarkan syiar Islam di tengah masyarakat), namun, pasangan suami-istri ini memiliki komitmen terhadap pendidikan anak. Terutama pendidikan agama, akhlak dan kepribadian anak.

Keluarga ini sebagaimana keluarga lainnya yang hidup di tengah arus globalisasi, putra mereka tetap diberi kebebasan menikmati berbagai fasilitas teknologi. “Namun, yang terpenting adanya imun (kekebalan) di dalam diri anak. Sehingga anak dapat tetap terjaga,” ujar Ustad Tamim saat menyampaikan urainnya di hadapan peserta.

Tamim menekankan, banyak beramal ibadah, berdoa, merupakan kunci keberhasilan untuk kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Kedua pasangan ini sangat memperhatikan pentingnya manajemen waktu, konsisten (istiqamah), dan terus mengontrol perkembangan putra mereka dalam keluarga yang terus membina hubungan baik.

Bahkan, mengenai pengecekan hasil belajar putra mereka, kedua pasangan ini lebih mengutamakan untuk mengecek hapalan Alquran putra mereka, dan selanjutnya barulah menanyakan mengenai tugas sekolah atau kuliah. “Karena bila hapalan telah baik. Maka, yang lainnya akan ikut sendiri,” ujar Ustad Tamim yang sangat rendah hati dan tak pernah ingin berbangga diri itu.

Putra kedelapan Ustad Tamim yang baru kelas III SMP, Basyir mengutarakan, dia tidak begitu tertarik dengan permainan yang membuatnya lalai. Alquran aktivitas kebaikan lainnya, lebih menarik hatinya ketimbang harus menghabiskan waktu dengan permainan anak-anak yang marak akhir-akhir ini.

Saat dikonfirmasi kepada ketua pelaksana yang juga Ketua DPD PKS Kota Jambi Syafruddin Dwi Aprianto, dihadirkannya seorang inspirator generasi Qurani itu, bertepatan dengan momen Nuzul Quran pada Ramadan kali ini. “Selain itu, untuk memotivasi keluarga muslim agar dapat meneladani Ustad Tamim dan istri yang dapat mendidik 10 putranya menjadi bintang Alquran,” katanya.(dwy/ji)

Ka’bah Menggetarkan Hati Ratusan Pekerja Cina Asia

Ka’bah Menggetarkan Hati Ratusan Pekerja Cina
Asia
25/8/2010 | 16 Ramadhan 1431 H | Hits: 10.799
Oleh: Tim dakwatuna.com


Pekerja rel kereta api asal Cina yang menjadi mualaf di Arab Saudi (Arab News)

dakwatuna.com – Mekah. Hidayat bisa datang dari cara yang tak pernah diduga. Mungkin itu pula yang dialami ratusan pekerja Cina di Arab Saudi yang kemudian memilih Islam sebagai agamanya yang baru.

Setelah melihat Ka’bah dari televisi, tiba-tiba hati mereka bergetar. Pintu hidayah seakan terbuka. Dan Allah SWT pun melapangkan jalan mereka untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Lebih dari 600 pekerja asal Cina berpaling menjadi Muslim setelah mendapatkan pengalaman spiritual di Arab Saudi.

Mereka adalah bagian dari 4.600 warga Cina yang sedang mengerjakan proyek rel kereta api yang menghubungkan Makkah dan Madinah. Rel kereta itu nantinya akan melalui Jeddah dan Khum. Peristiwa yang sempat menghebohkan itu terjadi tahun lalu.

Awalnya, kedatangan ribuan pekerja Cina itu sempat dipertanyakan warga Arab Saudi. Pasalnya dari 4.600 pekerja itu hanya 370 orang yang Muslim. Warga meminta agar pemerintah mempekerjakan buruh Cina yang beragama Islam. Namun Allah mempunyai rencana lain dengan kedatangan para pekerja itu.

Kedatangan ke Arab Saudi ternyata membuka peluang bagi mereka untuk melihat Islam langsung dari tanah tempat agama ini diturunkan. Seperti yang dikatakan seorang pekerja yang telah menjadi Mualaf. Pekerja yang telah mengganti namanya menjadi Hamza (42) ini mengaku tertarik pada Islam setelah melihat Ka’bah untuk kali pertama di televisi Saudi. ”Ini menggetarkan saya. Saya menyaksikan siaran langsung sholat dari Masjidil Haram dan umat Islam yang sedang berjalan memutari Ka’bah (tawaf),” katanya.

”Saya bertanya ke teman yang Muslim tentang semua hal ini. Dia kemudian mengantarkan saya ke Kantor Bimbingan Asing yang ada di perusahaan, di mana saya memiliki kesempatan untuk belajar tentang berbagai aspek mengenai Islam,” tuturnya. Kini Hamza merasa lebih bahagia dan lebih santai setelah menjadi seorang Muslim.

Pekerja lainnya, Ibrahim (51), mengalami peristiwa yang hampir serupa pada September tahun lalu. Dia yang bekerja di bagian pemeliharaan perusahaan negara, Kereta Api Cina, menjadi seorang Muslim usai melihat Ka’bah. ”Meskipun kami berada di Cina, kami tidak memiliki kesempatan untuk belajar tentang Islam. Ketika saya mencapai Mekah, saya sangat terkesan oleh perilaku banyak warganya. Perlakuan yang sama bagi orang Muslim dan non-Muslim memiliki dampak besar pada saya,” tambahnya.

Sementara, Abdullah Al-Baligh (51), terinspirasi untuk memeluk Islam setelah melihat perubahan positif dari rekan-rekannya yang lebih dulu menjadi mualaf. ”Enam bulan setelah saya tiba di Makkah, saya melihat bahwa rekan saya, yang sudah menjadi Muslim, telah benar-benar berubah. Tingkah lakunya patut dicontoh. Saya menyadari bahwa Islam adalah kekuatan penuntun di balik perubahan tersebut,” ujarnya.

”Ketika saya bertanya padanya, ia mengatakan bahwa ia sama sekali tak tahu tentang agama ini selama di Cina. Sekarang, ia memiliki pemahaman yang tepat tentang Islam dan ingin menjadi lebih teladan.”

Begitu pula dengan Younus. Pekerja asal Cina ini baru mempelajari Islam ketika berada di Makkah. ”Islam di Cina begitu kurang. Aku baru mengetahui Islam setelah datang ke Saudi,” ujarnya. (Budi Raharjo/Arab News/RoL)

Shirah Nabawiah bag 2

Mukadimah Sirah (bagian ke-2)
Sirah Nabawiyah
6/4/2010 | 22 Rabiuts Tsani 1431 H | Hits: 2.475
Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah

Sumber Sejarah Nabi SAW

dakwatuna.com – Sumber-sumber utama yang dipakai dalam menyusun Biografi Nabi SAW dapat disimpulkan ke dalam empat sumber:

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber pokok yang memuat tonggak-tonggak Sejarah Hidup Nabi Muhammad. Al-Qur’an meninggikan perihal kehidupan Rasu­lullah sewaktu masih kecil, dalam ayat:

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى

“Bukankah Dia dapati engkau dalam keadaan yatim, lalu engkau dipelihara. Dan Dia dapati engkau dalam kebingungan lalu kamu dibimbing?” (QS. Adh-Dhuha: 6-7)

Mengenai akhlaqnya Al-Qur’an menyatakan:

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Sesungguhnya engkau berakhlaq mulia.” (QS. Al­-Qalam: 4)

Di samping itu diceritakan pula kepedihan-­kepedihan dan penderitaan-penderitaan yang dialami Rasulullah dalam melaksanakan dakwahnya. Begitu pula tuduhan-tuduhan negatif dan destruktif yang digembar-gemborkan orang-orang kafir dan ingkar. Dalam Al-Qur’an terdapat pula keterangan tentang hijrah Nabi dan peperangan-peperangan penting yang terjadi setelah hijrah, seperti perang Badar, Uhud, Ahzab, Hunain, perjanjian Hudaibiyah, perang Hunain dan takluknya kota Makkah. Ada juga disebut salah satu mukjizatnya, yaitu Isra’ dan Mi’raj.

Secara global dapatlah dikatakan, Al-Qur’an me­nyinggung sebagian besar fakta-fakta sejarah Rasulullah SAW. Oleh karena itu kitab suci ini meru­pakan kitab yang keterangan-keterangannya paling terpercaya dan diakui secara historis, maka penje­lasan mengenai sejarah Nabi Muhammad mutlak harus dijadikan sumber data.

Memang, Al-Qur’an hanya menyinggung peris­tiwa-peristiwa dimaksud secara global. Suatu ketika Al-Qur’an berbicara mengenai suatu peperangan, tetapi dengan tidak menerangkan sebab-sebabnya, tempat terjadinya peperangan, jumlah kekuatan Islam dan musuh, dan tidak pula mengatakan jumlah prajurit Muslim yang gugur ataupun jumlah orang kafir yang tertawan. Sebaliknya Al-Qur’an hanya berbicara mengenai pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dan masing-masing peperangan tersebut. Begitu pula ketika ia membicarakan tentang kisah Nabi-nabi dan umat-umat sebelum Muhammad.

Oleh karenanya keterangan Al-Qur’an belum cukup untuk dapat menyusun sebuah biografi Nabi Muhammad dalam bentuk yang lengkap dan utuh.

2. Sunnah

Sunnah Nabi yang diakui kebenarannya (shahih) di dunia Islam adalah Hadits-hadits yang terkodifikasi dalam enam buah buku (Al-Kutub as-sittah).

Buku-buku dimaksud adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Turmudzi dan Sunan Ibnu Majah[1]. Termasuk dalam kategori ini dua buah buku Hadits lagi, yaitu Al­-Muwattha Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad.

Shahih Bukhari dan Shahih Muslim menempati kedudukan teratas dilihat dari segi keshahihannya, sedangkan selainnya mengandung tidak saja Hadits-­hadits shahih, tetapi juga memuat Hadits hasan dan Hadits dha’if).

Dan kitab-kitab tersebut yang tercatat sebagian besar ihwal kehidupan Nabi SAW, peperangan, sikap dan tingkah lakunya, dapatlah disusun konsep yang menyeluruh bagi penyusunan biografi beliau. Hadits adalah sumber yang terpercaya, karena diriwayat­kan secara kronologis sampai kepada Nabi, sehingga isinya tidak bisa diragukan lagi kebenarannya.

Para orientalis dan orang-orang Islam yang lemah agamanya dan telah terpengaruh oleh ahli­-ahli dan barat, selalu berusaha menanamkan rasa ragu akan kebenaran isi kitab-kitab Hadits yang disebut di atas. Maksud mereka tidak lain untuk menghancurkan agama dan membuat orang ragu terhadap fakta-fakta sejarah. Tetapi dalam pada itu, ternyata masih selalu ada ulama-ulama yang mampu memutar balik tuduhan-tuduhan mereka itu. Pengarang sendiri, dalam buku yang berjudul, Sunnah dan Kedudukannya Dalam Hukum Islam, telah menyanggah apa-apa yang mereka tuduhkan dan telah melacak keraguan mereka dengan keterangan­ keterangan ilmiah.

3. Syair yang Sezaman Dengan Kerasulan

Pada masa Nabi, orang-orang Musyrik menye­rang pribadi dan dakwah beliau melalui lisan para penyair. Hal ini memaksa penyair-penyair Muslim – seperti Hasan bin Tsabit dan Abdullah bin Riwawah dan lain-lain – memberikan pembelaan secara puitis pula. Hal ini tertulis dalam buku-buku kesusas­traan dan biografi yang dikarang kemudian.

Dan syair-syair itu dapat disarikan atau diketa­hui fakta-fakta yang berkenaan dengan situasi pada masa Rasulullah hidup dan pada saat dakwah Islamiyah untuk pertama kalinya tumbuh subur.

4. Buku Biografi

Data sejarah Nabi merupakan riwayat lisan, yang oleh para sahabat disampaikan kepada generasi berikutnya. Sebagian sahabat ada yang mengkhusus­kan menyeleksi data itu secara teliti dan terperinci. Kemudian data itu diterima oleh para tabi’in untuk seterusnya ditulis.

Di antara kalangan tabi’in yang banyak mencurahkan perhatian kepada biografi Nabi ialah:

1. Abban bin Usman bin Affan (32-105 H),

2. Urwah bin Zuber bin Awwam (23-93),

3. Abdullah bin Abu Bakar Al-Anshari (wafat 135 H),

4. Muhammad bin Mus­urn bin Shihab Az-Zuhry (wafat 129 H).

Beralih kepada generasi seterusnya dan mereka mulai menyusun buku masing-masing. Yang masyhur di antara mereka adalah Muhammad bin Ishaq bin Yassar (wafat 152 H). Buku beliau ini merupakan buku yang dipercaya kebenarannya oleh para ulama dan ahli-ahli Hadits, terkecuali data yang diriwayat­kannya dan Malik dan Hisyam bin Urwah bin Zuber. Data yang diambil dari dua orang yang disebut terakhir ini dianggap invalid (tak dapat diper­caya), karena antara keduanya dengan Muhammad bin Ishaq terdapat sentimen pribadi.

Dalam mengarang bukunya “Al-Maghazi” Muhammad bin Ishaq mengumpulkan data yang terdiri dari Hadits-hadits dan riwayat-riwayat yang didapatnya langsung dan masyarakat ketika dia tinggal di Mesir dan Madinah. Sayang sekali buku ini tidak sampai ke tangan kita, hal mana merupakan kerugian. Namun demikian isinya sempat terpelihara lewat Ibnu Hisyam yang mengarang biografi Nabi dengan menimba bahannya dan Al-Bakkai – seorang murid Muhammad bin Ishaq yang ternama.

a. Buku As-Sirah Karangan Ibnu Hisyam

Dia adalah Abdul Malik bin Ayyub Al-Anshar, dibesarkan di kota Basrah dan wafat tahun 213 H. Ibnu Hisyam mengarang buku berjudul As-Siratu An-Nabawiyah. Sumber datanya sama dengan sumber data yang dipakai oleh Muhammad bin Ishaq, yaitu melalui muridnya AI-Bakkai seperti disebutkan di atas. Tetapi ia mempunyai sumber data yang lain, yakni guru-gurunya. Apa-apa yang belum ditulis oleh Muhammad bin Ishaq ditulisnya dalam buku­nya itu. Seringkali beliau menampilkan pandangan yang berbeda dengan Muhammad bin Ishaq atau menyanggah pandangannya manakala bertentangan dengan tinjauan ilmiah daya kritiknya.

Beliau menyusun sejarah hidup Nabi yang dinilai paling lengkap, paling terpercaya dan mende­tail. Buku ini dijadikan referensi oleh banyak ahli dan telah diberi komentar oleh As-Suhaily (508 -581 H)

b. Buku Tabaqat Karangan Ibnu Saad

Beliau adalah Muhammad bin Mani’ Az-Zuhry lahir di Basrah pada tahun 168 H., wafat di Bagdad pada tahun 230 H. Ia adalah sekretaris pribadi Muhammad bin Umar Al-Waqidi, seorang ahli seja­rah kenamaan dengan spesialisasi di bidang Sejarah Peperangan dan Biografi. (130-207 H)

Dalam buku Tabaqat ini diuraikan Sejarah Hidup Nabi SAW. Kemudian ditambahnya pula dengan uraian mengenai tingkatan, suku dan tempat tinggal para sahabat dan tabi’in. Itulah sebabnya buku ini dianggap sebagai sumber data yang utama dalam segi biografi Nabi dan sejarah hidup para sahabat dan tabi’in.

c. Buku Tarikh Karangan At-Thabary

Ia adalah Muhammad bin Jarir At-Thabary (224-310 H). Beliau juga seorang imam, ahli hukum Is­lam dan ahli Hadits. Dalam fiqih dia pernah mem­bangun mazhab tersendiri, tetapi tidak menyebar luas. Buku-buku sejarah yang dikarangnya tidak hanya mengenai sejarah hidup Nabi, tetapi juga sejarah pemerintahan Islam sejak mula sampai dengan pemerintahan pada masanya.

Sungguhpun riwayat-riwayat yang dikeluarkan­nya dianggap dapat dipercaya, namun seringkali beliau mengetengahkan riwayat-riwayat yang invalid yang diambilnya dari tokoh-tokoh yang memiliki beberapa kelemahan kuantitatif dan kualitatif dan itu semua justru diketahui oleh umum. Contoh yang dapat kita catat di sini misalnya Abu Muhnif, seo­rang penganut mazhab Syafi’i yang sangat fanatik.

Pada masa-masa ini penulisan sejarah hidup Nabi mengalami perkembangan pesat, dan timbullah buku-buku yang khusus membicarakan aspek tertentu dengan tema tertentu pula. Di antara buku-­buku tersebut: Dalail An-Nubuwah, karangan Al-Isfahany, As-Syamailul Muhammadiyah, karangan At-­Turmudzi, Zaadul Maad, oleh Ibnu Qayyim Al-Jauzi, As-Syifa’i al-QadhiIyadh dan Al-Mawahibul Ladunniyah oleh Al-Qusthulany. Buku terakhir ini telah dikomentari oleh As-Zarqany (wafat 1122 H) dalam bukunya yang terdiri dari delapan jilid.

Sampai sekarang para ulama masih terus menga­rang buku-buku sejarah hidup Nabi dengan metode yang dapat diterima oleh zaman kini. Di antara buku-­buku biografi terkemuka dewasa ini terdapat Nurul Yaqin karangan Syeikh Muhammad Al-Khudry. Buku ini banyak digemari dan dijadikan literatur pokok pada beberapa perguruan tinggi yang ada di berba­gai negeri Islam.

– Tamat

Catatan Kaki:

[1] Nama Iengkap masing-masing Imam Hadits itu adalah:

- Bukhari = Muhammad bin Ismail Al-Mughirah. Lahir tahun 194 H.

- Muslim = Muslim bin Hajjaj AI-Qurasyi. Lahir tahun 204 H.

- Abu Daud = Sulaiinan bin Asy’ast as-Sijistani. Lahir tahun 202 H.

- An-Nasa’I = Ahmad bin Syuaib A1-Khurasl. Lahir tahun 200 H.

- Turmudzi = Muhammad bin Isa At-Turmudzi. Lahir tahun 200 H.

- Ibnu Majah = Muhammad bin Yazid Al-QazwInl. Lahir tahun 209 H.

Shirah Nabawiah

Mukadimah Sirah (bagian ke-1)
Sirah Nabawiyah
29/3/2010 | 14 Rabiuts Tsani 1431 H | Hits: 3.638
Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah

MUKADIMAH

Keistimewaan Sejarah Nabi

dakwatuna.com – Dalam sejarah hidup Nabi Muhammad SAW terdapat beberapa keistimewaan, dengan mempelaja­rinya akan merupakan kekayaan rohaniah, pemikiran dan kesejarahan. Keistimewaan itu mengharuskan para agamawan, da’i dan orang-orang yang memper­juangkan perbaikan masyarakat untuk banyak mempelajarinya, karena dan studi itu mereka akan dapat menyampaikan ajaran-ajaran agama dengan menggunakan metode yang mampu memperlihatkan hal-hal yang seyogianya dijadikan pegangan oleh masyarakat, terutama dalam situasi tak menentu. Dengan metode dakwah yang dipetik dan hasil studi tersebut, para da’i akan mampu membuka hati publiknya, sehingga seruannya akan sukses.

Keistimewaan-keistimewaan yang menonjol dalam biografi Nabi Muhammad ini dapat disimpul­kan dalam lima unsur, sebagai berikut:

Pertama

Sejarah hidup Nabi Muhammad paling benar dibandingkan dengan sejarah hidup Nabi-nabi yang lain dan dengan biografi tokoh-tokoh masyarakat yang ada. Sejarah hidup Rasulullah sampai ke tangan kita melalui jalur ilmiah yang paling terpercaya dan pasti, sehingga fakta-fakta dan peristiwa-peristiwanya tidak mungkin diragukan. Dengan metode penyam­paian itu kita mudah mengetahui hal-hal yang dilebih-lebihkan oleh tangan-tangan jahil berkenaan dengan din Nabi, baik yang berupa peristiwa luar biasa maupun fakta-fakta.

Kebenaran yang tak diragukan dalam sejarah hidup Nabi Muhammad ini tidak didapati dalam sejarah hidup Nabi-nabi terdahulu. Sejarah hidup Nabi Musa As. yang sampai kepada kita sekarang, misalnya, sudah dibumbui dan sudah ditambal sulam oleh orang-orang Yahudi. Sementara Taurat yang ada, tak lagi dapat dijadikan rujukan untuk melihat bagaimana sejarah hidup Nabi Musa yang sebenarnya. Kritikus Barat banyak yang meragukan kebenaran sebagian isi Taurat tersebut, sementara kritikus yang lain justru memastikan sebagian isi kitab ini tidak ditulis pada masa hidup Nabi Musa dan tidak juga pada masa yang belum begitu jauh. Sebaliknya, menurut kritikus-kritikus tersebut banyak di antaranya yang ditulis pada masa yang sudah jauh dari itu dan penulisannya tidak diketahui persis. Hal ini cukup meragukan kita tentang kebenaran sejarah hidup Nabi Musa yang ditulis dalam Taurat. Oleh karena itu tidak ada satu pun sejarah hidup Musa yang dapat dibenarkan oleh kaum Muslimin kecuali sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur’an dan Hadits-hadits shahih. Akan halnya sejarah hidup Nabi Isa As. sama saja. Injil-injil yang mendapat pengakuan resmi Gereja Masehi ditetapkan atau disusun ratusan tahun setelah Nabi Isa wafat. Injil-injil tersebut adalah saduran dari beratus injil yang ada pada masa itu dan penyadurannya pun tanpa dibatasi pedoman ilmiah. Di samping itu, penamaan Injil-injil menurut nama penulisnya tidak juga didasari metode ilmiah yang meyakinkan, tidak diriwayatkan melalui jalur (sanad) yang berurutan langsung sampai kepada Si penulis, sehingga kritikus-kritikus Barat bertikai tentang siapa sebenarnya nama penulis-penulis injil itu dan di zaman mana mereka hidup.

Jika demikian keraguan mengenai kebenaran sejarah Rasul-rasul pembawa agama-agama yang tersebar di seantero alam, maka sejarah pendiri-pendiri agama dan filsafat yang ratusan juta penganutnya pun tentu lebih diragukan lagi. Taruhlah Budha Gautama dan Kungfutse, sejarah hidup mereka yang diriwayatkan oleh pengikut-pengikutnya tidak digali dari sumber-sumber yang terpercaya secara ilmiah. Sejarah mereka ini hanyalah merupakan hasil formulasi para pendeta tentang kehidupan mereka sendiri, yang diproyeksikan menjadi sejarah pendiri aliran-aliran tersebut. Setiap generasi penerusnya juga menambah dongeng-dongeng ke dalam sejarah dimaksud, sekalipun hal itu tidak masuk akal sehat dan tidak bebas dari fanatisme yang membabi buta. Setelah melihat-seperti di atas, maka nyatalah sejarah hidup Nabi Muhammad SAW merupakan sejarah yang paling terpercaya kebenarannya.

Kedua

Fase-fase sejarah hidup Nabi Muhammad SAW jelas adanya, yakni sejak dari perkawinan ayahnya (Abdullah) dengan ibunya (Aminah) sampai dengan wafatnya. Kita semua mengetahui kelahirannya, masa kanak-kanak dan masa remajanya. kita tahu pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya pada masa­-masa sebelum menjadi Nabi, perjalanan-perjalanannya ke luar kota Makkah sampai menjadi Nabi. Yang lebih jelas dan terperinci lagi ialah sejarahnya setelah diangkat sebagai Rasul, sehingga dapat diketahui kronologisnya tahun demi tahun. Adalah beralasan jika kritikus-kritikus Barat mengatakan “Muhammad lah satu-satunya Rasul yang dilahirkan dalam riwayat hidup yang jelas.”

Tidak kita dapati sejarah Rasul-rasul terdahulu yang sama atau hampir sama jelasnya dengan sejarah Nabi Muhammad SAW. Biografi Nabi Musa dan Isa misalnya sedikit sekali yang dapat diketahui.

Ketiga

Sejarah Nabi Muhammad SAW merupakan lukisan sejarah seorang manusia biasa yang menda­pat keistimewaan berupa kerasulan, sehingga tidak keluar dari kemanusiaannya tidak dibumbui dengan dongeng-dongeng dan tidak pula diberi atribut­-atribut ketuhanan sedikit pun. Jika dibandingkan dengan sejarah Nabi Isa As. yang disusun oleh orang-orang Masehi atau dengan sejarah Budha dan lain sebagainya, maka tampak jelas bedanya. Apa-apa yang diriwayatkan tentang mereka itu amat besar pengaruhnya terhadap sikap atau tingkah laku individual dan sosial para pengikutnya. Pemberian atribut-atribut kepada Nabi Isa dan Budha ternyata membuat kedua tokoh ini tidak mungkin dijadikan contoh teladan oleh manusia lain, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosialnya. Nabi Muhammad adalah sebaliknya, karena tidak diberi atribut ketuhanan dapatlah beliau dijadikan contoh oleh siapa pun. Inilah yang dinyatakan oleh ayat:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir dan banyak berdzikir.” (Q.S. Al-Ahzab: 21)

Keempat

Sejarah hidup Rasulullah mencakup semua segi kemanusiaan. Sejarahnya semasa belum menjadi Rasul, merupakan sejarah seorang pemuda yang lurus. Sejarah seorang Rasul mengajak ke jalan Allah dengan metode yang dapat diterima dan mencurahkan seluruh kemampuan yang ada padanya guna menyampaikan risalah. Sejarah hidup Nabi mengisahkan dirinya sebagai kepala negara yang berhasil meletakkan setepat-tepat dan sebagus-bagus sistem kenegaraan, mengawasinya dengan sigap, tulus dan jujur. Sejarah Rasulullah melukiskan beliau sebagai seorang suami dan seorang ayah yang penuh kasih sayang, ramah dan pandai membedakan mana hak dan mana kewajiban masing-masing anggota keluarga, sebagai seorang pendidik dan pembimbing yang menuntun sahabat-sahabatnya dengan pendidikan yang patut ditiru sebagai jalan menanamkan semangatnya ke dalam jiwa mereka, hingga mengi­kuti teladannya, baik dalam soal kecil maupun dalam soal besar. Sejarah Nabi SAW juga mengisahkan dirinya sebagai seorang Rasul yang benar, melaksa­nakan keharusan-keharusan dalam persahabatan yang berupa kewajiban maupun tata tertibnya, sehingga sahabat-sahabat tersebut sangat menya­yanginya seperti menyayangi diri sendiri, bahkan lebih sayang ketimbang terhadap keluarga dan sanak family. Sejarah hidup Nabi Muhammad juga menceritakan beliau sebagai seorang ahli perang yang perkasa, sebagai panglima yang unggul, sebagai politikus yang sukses, sebagai seorang tetangga yang terpercaya dan seorang yang selalu menepati janji.

Pendeknya, sejarah Rasulullah SAW benar-benar merupakan sejarah yang mencakup semua segi manusiawi yang terdapat dalam masyarakat. Inilah yang membuatnya menjadi teladan yang baik untuk setiap da’i, panglima, ayah, suami, pendidik, politisi, negarawan dan seterusnya.

Kelengkapan serupa atau hampir serupa dengan kelengkapan sejarah Nabi Muhammad SAW tidak pernah dijumpai dalam biografi Rasul-rasul terdahulu. Nabi Musa As. misalnya hanya merupakan pemimpin yang berhasil membebaskan umatnya dan perbu­dakan, kemudian berhasil meletakkan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip kemasyarakatan yang berguna. Tetapi dalam sejarahnya tidak ada sesuatu yang membuat beliau pantas dijadikan contoh oleh tentara, oleh para pendidik, politikus-politikus, kepala-kepala negara, oleh bapak atau oleh suami-suami. Sejarah Nabi Isa hanya menggambarkan beliau sebagai da’i yang zuhud (tidak mementingkan dunia). Beliau tidak punya harta, rumah dan kekayaan lainnya. Sejarah Nabi Isa seperti yang dipahami oleh orang­-orang Kristen sama sekali tidak menggambarkan beliau sebagai seorang panglima perang atau sebagai kepala negara, tidak pula tergambarkan beliau sebagai seorang ayah, seorang suami, atau seorang yang berani. Ketidaklengkapan ini juga ditemui dalam sejarah hidup Büdha, Kungfutse, Aristoteles, Plato, dan orang-orang bersejarah lainnya. Mereka ini tidak menjadi suri teladan. Kalaupun ada, hanya dalam segi tertentu saja. Satu-satunya manusia bersejarah yang pantas dijadikan teladan dalam semua segi kehidupan adalah Muhammad SAW.

Kelima

Sejarah Nabi Muhammad SAW yang lengkap itu sendiri merupakan bukti kebenaran risalah dan kerasulannya. Sejarah beliau merupakan sejarah insan kamil 1) yang melaksanakan dakwahnya setapak demi setapak. Tidak dengan menggunakan mukjizat atau hal-hal yang luar biasa, tetapi justru dengan cara dan jalan biasa. Dalam melaksanakan dakwahnya beliau sering diganggu atau disakiti, dan dakwah beliau memperoleh pengikut setia dan jika tidak dapat mengelak dan terjadinya peperangan, maka beliau pun berperang. Beliau bertindak bijaksana dan simpatik. Sampai saat wafatnya dakwah beliau telah meratai anak benua Arab, tidak dengan menggunakan cara-cara kekuasaan, akan tetapi meng­gunakan cara ihsan. Siapa saja yang paham benar adat keyakinan orang-orang Arab pada waktu itu, mengetahui betul bagaimana kerasnya tantangan yang mereka berikan, mengerti benar tidak seimbangnya kekuatan pihak Nabi dibanding dengan kekuatan lawan, mengetahui singkatnya waktu yang dihabiskan dalam tugas kerasulannya, pastilah orang itu yakin akan kebenaran kerasulan beliau. Allah Swt. memberikan ketetapan hati, kekuatan jiwa, keluasan pengaruh dan kemenangan kepada Muhammad SAW tidak lain hanya karena dia benar-benar seorang Nabi yang benar. Tidak mungkin Allah akan memberikan kualitas-kualitas seperti itu, kalau dia seorang yang dusta. Sejarah hidup Rasulullah SAW benar-benar membuat kita yakin terhadap kebenaran risalahnya. Kita meyakini­nya hanyalah karena cocok dengan akal pikiran, bukan karena mukjizat. Iman bangsa Arab kepada kebenaran risalahnya tidak pertama-tama didasari oleh adanya mukjizat yang keluar. Tak satu mukjizat Nabi pun yang menjadi sebab berimannya orang-­orang kafir yang degil itu. Sebab suatu mukjizat material tentu hanya bernilai bagi orang-orang yang menyaksikannya, sedangkan iman orang-orang yang tidak menyaksikan seperti kita sekarang semata-­mata berdasarkan pengakuan dan pembenaran secara akal atas kebenaran risalahnya. Al-Qur’an yang merupakan mukjizat akli itu pasti menggoda setiap orang yang berakal dan berkeinsyafan untuk percaya kepada risalah Muhammad SAW.

Tak pelak lagi hal ini pun membedakan sejarah Nabi Muhammad dengan Nabi-nabi sebelumnya. Percayanya umat Nabi terdahulu kepadanya hanya karena menyaksikan keluarbiasaan yang dibawa, bukan karena pertimbangan akal sehat dan pema­hamannya tentang prinsip-prinsip ajarannya. Nabi Isa As. adalah contoh dalam hal ini. Allah mence­ritakan dalam Al-Qur’an, senjata yang diberikan Allah kepada beliau guna meyakinkan orang Yahudi ialah mukjizat. Yaitu dapat menyembuhkan penyakit bisu dan belang, dapat menghidupkan orang yang sudah mati, dapat menurunkan langsung makanan berlimpah ruah dari langit.

Apa yang kita katakan tadi ternyata dibenarkan oleh Injil-injil yang ada, mukjizat-mukjizat mate­riallah satu-satunya sebab berimannya sekelompok orang kepada Nabi Isa. Betapa bedanya antara keterangan Injil dan Qur’an tentang sebab-sebab berimannya umat Nabi Isa. Kalau Al-Qur’an menya­takan sebab dimaksud ialah kebenaran kerasulan Isa, maka Injil-injil yang ada kini menyatakan karena keluarbiasaannya, bahkan beliau dianggap pula sebagai Tuhan atau Anak Tuhan. Setelah wafatnya Nabi Isa, agama Masehi tersebar karena hal-hal yang luar biasa. Agama Masehi benar-benar didasar­kan kepada mukjizat. Demikian menurut keterangan-­keterangan yang dapat dibaca dalam Injil-injil yang ada sekarang.

Jika dibandingkan dengan sejarah Nabi Muham­mad, maka nyata benar bedanya, kalau umat Nabi Isa beriman karena mukjizat, maka umat Nabi Muhammad beriman karena memang ajarannya bisa diterima oleh akal sehat. Adanya mukjizat Nabi Muhammad tidak lain merupakan bukti keagungan­nya, untuk mematahkan alasan-alasan orang-orang yang ingkar lagi keras kepala. Orang yang meneliti Al-Qur’an akan menemukan, metode yang dipakai guna meyakinkan setiap pembacanya adalah metode akli dan fakta-fakta nyata mengenai keagungan ciptaan Allah. Memahami kemukminan Rasulullah SAW akan menjadi bukti dan kebenaran kerasulan Muhammad.

Firman Allah

وَقَالُوا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ ءَايَاتٌ مِنْ رَبِّهِ قُلْ إِنَّمَا الْآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ

أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Dan mereka berkata: mengapa tidak diturunkan baginya mukjizat-mukjizat dan Tuhannya? Katakan, sesungguhnya mukjizat itu adalah kuasa Allah dan aku hanyalah pemberi peringatan yang nyata. Apakah mereka tidak merasa cukup, telah kami turunkan kitab yang dibacakan kepada mereka. Sesungguhnya di dalamnya terdapat rahmat dan peringatan bagi kaum yang beriman.” (QS. Al-Ankabut: 50-51)

Ketika orang-orang Quraisy mendesak agar Nabi Muhammad memperlihatkan mukjizat, maka Allah menyuruh beliau menjawab seperti dalam ayat berikut

وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الْأَرْضِ يَنْبُوعًا

أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْأَنْهَارَ خِلَالَهَا تَفْجِيرًا

أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ قَبِيلًا

أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَرًا رَسُولًا

“Dan mereka berkata: kami tidak akan percaya kepadamu sehingga engkau pancarkan untuk kami mata air dan bumi. Atau engkau memiliki kebun korma dan anggur dan di celah-celahnya ada sungai yang mengalir. Atau engkau gugurkan langit berkeping-keping seperti yang engkau katakan. Atau engkau hadapkan Allah Dan Malaikat kepada kami. Atau engkau memiliki sebuah rumah dan emas dan engkau naik ke langit. Dan kami tidak akan percaya dengan kenaikanmu itu sebelum engkau turun membawa kitab yang dapat kami baca. Katakan, Maha Suci Allah Tuhanku aku ini adalah seorang manusia yang diutus.” (QS. Al-Isra’: 90-93)

Demikian jelasnya Al-Qur’an menyatakan Muhammad adalah manusia yang diutus tidak didasarkan kepada hal-hal yang luar biasa atau mukjizat, tetapi diarahkan kepada pertimbangan akal dan hati nurani.

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ

“Siapa saja yang dikehendaki Allah untuk beriman, maka akan dilapangkan dadanya untuk menerima Islam.” (QS. Al-An’am: 125)

– Bersambung
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/mukadimah-sirah-bagian-ke-1/

Tuesday, September 14, 2010

Jadilah Kitab Walau Tanpa Judul

Ketua MS PKS, KH Hilmi Aminuddin
Jadilah Kitab Walau Tanpa Judul

Pepatah dalam bahasa Arab itu menyiratkan makna yang dalam, terutama menyangkut kondisi bangsa saat ini yang sarat konflik perebutan kekuasaan dan pengabaian amanah oleh pemimpin-pemimpin yang tidak menebar manfaat dengan jabatan dan otoritas yang dimilikinya. Bangsa ini telah kehilangan ruuhul jundiyah, yakni jiwa ksatria. Jundiyah adalah karakter keprajuritan yang di dalamnya terkandung jiwa ksatria sebagaimana diwariskan pejuang dan ulama bangsa ini saat perjuangan kemerdekaan.

Semangat perjuangan (hamasah jundiyah) adalah semangat untuk berperan dan bukan semangat untuk mengejar jabatan, posisi, dan gelar-gelar duniawi lainnya (hamasah manshabiyah). Saat ini, jiwa ksatria itu makin menghilang. Sebaliknya, muncul jiwa-jiwa kerdil dan pengecut yang menginginkan otoritas, kekuasaan, dan jabatan, tetapi tidak mau bertanggung jawab, apalagi berkurban. Yang terjadi adalah perebutan jabatan, baik di partai politik, ormas, maupun pemerintahan. Orang berlomba-lomba mengikuti persaingan untuk mendapatkan jabatan, bahkan dengan menghalalkan segala cara. Akibatnya, di negeri ini banyak orang memiliki "judul", baik judul akademis, judul keagamaan, judul kemiliteran, maupun judul birokratis, yang tanpa makna. Ada judulnya, tetapi tanpa substansi, tanpa isi, dan tanpa roh.

Padahal, ada kisah-kisah indah dan heroik berbagai bangsa di dunia. Misalnya, dalam Sirah Shahabah, disebutkan bahwa Said bin Zaid pernah menolak amanah menjadi gubernur di Himsh (Syria). Hal ini membuat Umar bin Khattab RA mencengkeram leher gamisnya seraya menghardiknya, "Celaka kau, Said! Kau berikan beban yang berat di pundakku dan kau menolak membantuku." Baru kemudian, dengan berat hati, Said bin Zaid mau menjadi gubernur.

Ada lagi kisah lain, yaitu Umar bin Khattab memberhentikan Khalid bin Walid pada saat memimpin perang. Hal ini dilakukan untuk menghentikan pengultusan kepada sosok panglima yang selalu berhasil memenangkan pertempuran ini. Khalid menerimanya dengan ikhlas. Dengan singkat, ia berujar, "Aku berperang karena Allah dan bukan karena Umar atau jabatanku sebagai panglima." Ia pun tetap berperang sebagai seorang prajurit biasa. Khalid dicopot "judul"-nya sebagai panglima perang. Namun, ia tetap membuat "kitab" dan membantu menorehkan kemenangan.

Ibrah yang bisa dipetik dari kisah-kisah tersebut adalah janganlah menjadi judul tanpa kitab; memiliki pangkat, tetapi tidak menuai manfaat. Maka, ruuhul jundiyah atau jiwa ksatria yang penuh pengorbanan harus dihadirkan kembali di tengah bangsa ini sehingga tidak timbul hubbul manaashib, yaitu cinta kepada kepangkatan, jabatan-jabatan, bahkan munafasah 'alal manashib, berlomba-lomba untuk meraih jabatan-jabatan. Semoga.

RI Kini Miliki 92 Pulau Terluar

RI Kini Miliki 92 Pulau Terluar PDF Cetak E-mail
Rabu, 15 September 2010 09:39

JAKARTA (BP) - Pemerintah telah menginventarisir data pemetaan pulau terluar di Indonesia. Hasilnya, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (Meneg PDT) menyatakan bahwa data paling baru ada 92 pulau yang masuk kategori terluar di wilayah Indonesia.

Di antaranya, 21 pulau sudah berpenghuni dan 13 pulau berpenghuni secara musiman. “Pulau itu banyak yang masih membutuhkan infrastruktur tambahan namun kondisinya sudah membaik,” ujar Meneg PDT Helmy Faishal Zaini usai melakukan sidak hari pertama masuk lebaran di Jakarta Selasa, (14/9) kemarin.

Saat ini Meneg PDT sedang melakuan inventarisasi tahap kedua. Kali ini pihaknya memetakan jumlah masyarakat RI yang berada di pulau terluar tersebut. Karena data mutakhir dari BPS terkait jumlah masyarakat di pulau terluar juga sedang disusun.

Menurutnya, jika pendataan sudah dilakukan, Meneg PDT akan memulai langkah dengan melakukan perbaikan infrasruktur serta mengembangkan potensi masyarakat yang tinggal di pulau terluar Indonesia tersebut.

“Baik dari infrastruktur, pengembangan masyarakat di pulau terluar akan menjadi prioritas pemerintah. Setidaknya masyarakat di pulau terluar ini mendapatkan perhatian khusus dan ini merupakan proses nasional,” kata dia.

Untuk wilayah perbatasan, lanjut Helmy, adanya kerjasama antara instansinya dengan lembaga terkait di lintas sektoral. Saat ini, daerah yang masuk kategori desa tertinggal di wilayah perbatasan juga semakin semakin menipis. “Saya kira jumlah semakin berkurang untuk desa tertinggal di wilayah perbatasan. Karena ini adalah hasil kerjasama lintas sektor,” kata dia.

Helmy mengatakan, masyarakat yang berada di wilayah perbatasan tidak selamanya dalam keadaan kondisi buruk. Seperti masyarakat yang berada di wilayah perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini atau Timor Leste keadaan perekonomiannya lebih baik dibandingkan negara tetangganya. (jpnn)

APA YANG DINIAT...

APA YANG DINIAT, ITU YANG DIDAPAT

Masalah Niat, Perkara Berat

Niat bukanlah perkara sepele, nilai seluruh kegiatan kita ditentukan oleh niat! Bahkan satu aktivitas yang sama, bisa beda jauh nilainya hanya gara-gara niat.

Contoh, ada orang yang bekerja sekedar untuk dapat gaji (kebanyakan orang begini), ada yang bekerja untuk aktualisasi diri, ada yang bekerja supaya tidak dicap pengangguran, ada yang bekerja untuk mencari jodoh, ada yang bekerja untuk mendapatkan teman, ada yang bekerja untuk ibadah (ahli bekam yang tidak menentukan tarif misalnya), dan berjuta niat lainnya.
Sama juga dengan belajar, tidur, mandi, menonton TV, mendengar radio, menulis cerpen, baca buku, berpakaian, berdandan, berbelanja, belajar bahasa asing, bahkan shalat, puasa, sedekah, keseluruhan amalan kita juga ditentukan oleh niat dalam hati. Coba perhatikan, apa sih niat kita ketika memakai parfum hari ini?

Jika kita melakukan sesuatu hanya untuk hal yang bersifat keduniaan, nilai niat kita itu rendah, karena dunia sifatnya sementara dan semu, tapi jika kita mengerjakan sesuatu dengan niat ibadah, maka kita berhasil meninggikan nilai perbuatan kita itu, karena tidak semata-mata mengharapkan dunia, tapi juga berpikir mengenai kehidupan kelak di negeri akhirat.
Lagipula, bukankah Allah telah menyatakan bahwa manusia hidup di muka bumi hanya untuk beribadah pada-Nya? Maksud ibadah di sini bukan sekedar ibadah khusus yang bersifat ritual, kan tidak mungkin dong kita shalat terus-menerus 24 jam sehari, atau puasa 30 hari sebulan, atau membaca Quran non-stop hingga seminggu. No way! Lagipula memang bukan itu yang diminta.

Maka, ibadah yang dimaksud bisa jadi telah dapat dipenuhi hanya dengan memasang niat yang benar. Bukankah ketika kita telah berniat melakukan suatu kebaikan, kita telah memperoleh satu pahala kebaikan tersebut, dan jika niat itu benar-benar dikerjakan maka kita mendapat satu pahala lagi, jadi double pahalanya!
So, niat itu sangat penting diperhatikan!
Sayangnya... Niat Tak Terlihat

Yang membuat perkara niat ini semakin berat, terkadang kita sendiri tidak menyadari apakah niat kita sudah tepat belum. Misalnya saat kita memberi recehan pada pengamen di bis, kita tidak sadar bahwa kita hanya memasang niat begini... "Ah, males masukin kembalian logaman ke tas, buat pengamen itu aja deh!"

Ya ampyun, sayang banget kan? Soalnya... apa yang kita niat, itu yang kita dapat! Jadi ketika kita bersedekah hanya karena malas memasukkan uang kembalian ke dalam tas, ya sudah... kita tidak dapat nilai tambahan apapun dari amalan itu. Wuih!

Bodohnya... banyak sekali orang yang hanya memasang niat "rendah" untuk seluruh aktivitas hidupnya tanpa merasa rugi (mungkin kita termasuk). Mereka mandi supaya tidak bau, tidur untuk menghilangkan kantuk, makan supaya hilang lapar, baik pada atasan supaya naik jabatan, lembur supaya dapat makan malam gratis dan tambahan gaji, mengerjakan tugas supaya tidak dihukum.

Padahal niat kan hanya masalah hati, apa susahnya kalau memasang niat yang lebih "tinggi" dari sekedar hal duniawi? Misalnya... mandi karena Islam menyukai kebersihan, dan kebersihan adalah sebagian dari iman, kemudian tidur agar tubuh beristirahat dan mampu menunaikan amanah dengan baik keesokan harinya, makan agar tubuh sehat, karena Allah menyukai muslim yang kuat, baik pada atasan karena Allah menyuruh kita menaati pimpinan, mengerjakan tugas dengan baik karena Allah menyukai orang-orang yang menunaikan amanah.

Niat memang tak terlihat, tapi bukankah bisa dikontrol dan dibiasakan?
Jangan Mau Rugi!
Seandainya kita mendapat kesempatan bertemu dengan seorang kaya raya yang punya segalanya, dermawan, rupawan (cantik/ ganteng), cerdas, sabar, sebut saja sebagai Mr./Mrs. Perfect, dan ia bersedia mengabulkan apapun yang kita minta tanpa kecuali (wow!). Sekarang pikirkan dengan jernih, apa kira-kira yang akan kita minta padanya?

Uang? Mobil? Laptop plus modem internet? Blackberry? Minta perusahaan? Minta rumah idaman? Minta beasiswa ke luar negeri? Atau apa?

Rasanya rugi banget kalau hanya minta hal-hal yang kita butuhkan sementara itu saja. Bukankah lebih cerdas kalau kita minta cintanya saja sekalian?
Loh kok?

Iya dong... karena jika ia telah cinta pada kita, bahkan tanpa kita minta... ia akan memenuhi segala kebutuhan kita. Iya kan? (Mungkin cara ini yang sekarang sedang tren dilakukan oleh para artis, menikah dengan pengusaha tajir, tapi kita tidak sedang membicarakan perihal artis-artis ini, apalagi memuji mereka cerdas).

Jika Mr./Mrs. Perfect telah mencintai kita, tentu ia tidak akan sekedar memenuhi segala kebutuhan materi saja, tapi juga kebutuhan kita akan perlindungan, pengayoman, hiburan, nasehat, yang mungkin tidak akan kita peroleh jika hanya meminta barang-barang bersifat fisik padanya. Hmm...

Apakah kita sepakat mengenai cara cerdas ini? Jangan mau rugi!
Setuju?
Nah, sekarang sadarilah, bahwa sang Maha Kaya itu adalah Allah, Ia memiliki segalanya, dan memiliki 99 sifat luar biasa yang terlihat dalam asmaaul husna, Sabar iya... Cerdas iya... Penyayang iya... Dermawan iya... perfect bukan? Dan yang luar biasa, Ia bersedia mengabulkan segala yang kita minta pada-Nya! Dia malah menyuruh kita untuk meminta hanya pada-Nya!

Bukankah rugi dan amat bodoh kalau kita sekedar minta keperluan kita yang remeh-temeh saja? Kenapa tidak sekalian meminta cinta-Nya saja? Bukankah jika Allah mencintai kita, kita tidak perlu takut kekurangan apa pun lagi.

Oleh karena itu, mengapa kita tidak meniatkan segala perbuatan yang kita lakukan di dunia ini adalah demi memperoleh cinta Allah? Toh kita hidup di dunia tidak lama, paling mantap 140 tahun (menurut sensus), itu pun jarang sekali.
Niat Karena Allah, Seperti Apa Sih?

Meniatkan sesuatu karena Allah adalah sesuatu yang gampang diucapkan tapi tidak mudah dipraktekkan. Karena ini merupakan hal yang paling ideal. Memang idealnya kita melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu hanya karena Allah semata, tapi konkretnya seperti apa?

Misalnya begini... ketika kita bekerja, niat kita adalah karena Allah, karena memang Allah membenci orang yang mengemis dan bergantung pada orang lain. Jadi kita tidak mau mengandalkan duit orangtua bukan karena pemberian orangtua dianggap kurang. Sehingga meskipun kita jadi tukang sayur, tukang ojek, tukang antar gas, tukang sampah, tidak merasa malu apalagi minder, dan meski kita menjadi pegawai pajak, menteri, presiden, atau apapun, kita tidak akan melakukan hal yang bertentangan dengan aturan Allah, karena niat kita bukan untuk jabatan, pangkat, atau nominal pendapatan.

Lalu, ketika kita belajar, niat kita juga karena Allah, bukankah Allah dan Rasul-Nya menyuruh kita belajar sampai akhir hayat? Jadi kita tidak hanya belajar sekedar kalau ada ulangan, kalau disuruh orangtua, kalau masih di bangku sekolahan atau kuliah, tapi kita belajar setiap waktu, bahkan meski sudah punya cucu dan cicit sekalipun, kita belajar dari tiap pengalaman, kesalahan, dan belajar mengambil hikmah dari segala peristiwa.

Atau, kita tidak melakukan sesuatu juga karena Allah. Kita berniat tidak pacaran atau menonton video porno bukan karena takut diomeli ortu, atau supaya dilihat orang sebagai orang alim, tidak! Melainkan karena tahu bahwa Allah membenci orang yang memperturutkan hawa nafsu.

Juga, kita menolak untuk membeli barang mewah (contoh: sepatu seharga sejuta, kaos oblong seharga lima ratus ribu, hape seharga sebelas juta) atau mengadakan pesta berbiaya besar (pesta nikah ratusan juta bahkan milyaran, pesta ultah jutaan rupiah) bukannya karena tidak mampu, melainkan karena tahu Allah tidak menyukai segala yang berlebihan!

Begitulah, niat karena Allah berarti menjadikan Allah sebagai tujuan dari setiap perbuatan kita.

Niat Tidak Hanya Di Awal
Sering kita menganggap bahwa niat hanya ada di awal perbuatan, kita lupa bahwa manusia punya nafsu, dan iblis bisa mengalir di darah manusia. Artinya... meski niat awalnya sih baik, tapi di tengah-tengah tetap saja bisa tergelincir, artinya... niat bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, oleh karena itu sangat dibutuhkan pengontrolan dan pembaharuan niat secara berkala, tiap harinya.

Lagipula... kalau untuk mendapatkan cinta "gebetan" aja diperlukan pengorbanan dan melewati berderet cobaan, apalagi untuk mendapatkan cinta Allah! Sudahlah pasti banyak ujian yang bisa memperlihatkan kesungguhan niat kita. Jadi jangan sampai merasa kita sudah ikhlas dan sudah memasang niat yang benar ketika kita berbuat suatu kebaikan, tapi setelah itu seluruh orang tahu bahwa kita sudah melakukan kebaikan ini dan itu. Wah... itu sih riya namanya, alias pamer. Dan Allah tidak menyukai orang yang pamer.

Apa yang Diniat, Itu yang Didapat

Berikut merupakan tips agar kita tidak menjadi orang yang rugi, yaitu orang-orang yang melakukan perbuatan baik, tapi niatnya keliru atau bernilai rendah karena hanya mengharapkan dunia:

1.Selalu awasi hati kita. Apa sih niat kita melakukan sesuatu? Contoh: Benarkah kita pedekate ke guru/ dosen demi menimba ilmu darinya? Atau karena ingin dapat nilai lebih tinggi dibanding kawan yang lain? Apa sih tujuan kita bersahabat dengan si fulanah yang tajir itu? Benar-benar ingin jadi sobat baik atau agar terciprat traktirannya? Dll.

2.Memperbaharui niat ketika merasa ada yang tidak beres. Meskipun niat tidak terlihat, tapi gelagatnya bisa loh terendus! Misalnya, kita ngakunya niat kerja demi Allah... eeh begitu di tengah-tengah tahun gaji diturunkan, semangat kerja juga jadi kendor. Bukannya evaluasi apakah kinerja kita kurang dari harapan, kita malah loyo.

3.Biasakan Niat Tinggi. Pasanglah niat yang tidak hanya bersifat keduniaan, agar perbuatan kita bisa memperoleh berkah Allah. Coba rasakan perbedaan uang yang didapat memang dengan niat pengen dapat duit, dengan uang yang didapat tidak dengan niat tersebut, pasti jauh berbeda! Uang yang diberkahi bisa bermanfaat lebih besar dan bisa membawa kebahagiaan lebih dalam.

4.Jangan ucapkan niat kita pada orang lain. Jika niat kita memang sudah benar, jangan sampai kita membuatnya jadi tidak benar hanya gara-gara mulut kita gatel untuk pamer ke orang lain.

Sobat, jangan salah! Bukannya kita tidak boleh meminta dunia, sangat boleh... Allah pun menyuruh kita untuk tidak melupakan bagian hidup kita di dunia ini, hanya saja... kalau kita bisa mendapat lebih dari itu, kenapa kita puas hanya dengan mendapat dunia?
Bukankah Allah menjanjikan... orang-orang yang meminta dunia ini, Ia akan segera memberikannya, sedangkan orang-orang yang meminta akhirat, Allah akan memberi 2: dunia dan akhirat sekaligus untuknya. So, apa yang diniat itu yang didapat! Niat itu sama seperti permintaan, maka mintalah yang tertinggi! Mintalah firdaus... mintalah cinta Allah, hasbiyallah... cukuplah Allah yang menjadi alasan kita bahagia.

IBUKU SAHABATKU

Ibuku Sahabatku

Penulis: Setiawan Chogah

Sahabat. Hanya tiga suku kata. Tidak lebih. Tapi, bagiku sahabat adalah segalanya. Tidak berlebihan bila aku menyebut sahabat ibarat kebutuhan pokok yang harus terpenuhi dalam kehidupannku. Kau tentu akan mengira aku lebay. Atau alay sekali pun. Namun, itulah kenyataannya. Hidupku tak berarti apa-apa tanpa kehadiran para sahabat. Walau, tak jarang aku harus tersakiti oleh sebuah persahabatan yang berujung penghianatan. Tapi satu keyakinan yang tak bisa aku pungkiri. Sahabat sejati itu pasti ada.
Hampir separuh kehidupanku diisi oleh sahabat. Ya, saat aku lemah. Sekarat! Mati Rasa! Seorang sahabat mampu membuat aku hidup kembali. Saat aku terlena karena aku bisa, sahabat yang datang menamparku hingga aku kembali terbangun. Aku harus jujur bercerita kepada kalian. Ada rahasia besar dalam hidupku yang sebenarnya tidak patut untuk kalian ketahui. Tapi, aku sudah tidak peduli. Persetan semuanya. Hatiku sudah terlalu sakit menahan impitan gejolak kekecewaan. Jiwaku sudah terlalu kerontang tanpa perhatian dan siraman kasih sayang. Ayah yang bijaksana? Ibu yang berhati permata? Ah, rasanya aku tidak pernah mengenal itu. Yang ada hanya Ayah yang sampai sekarang aku tidak mengetahui masih hidup atau bukan.
Ayah, di mana dirimu? Masih adakah kau berpikir tentang aku? Anakmu, yang di dalam tubuhku mengalir darahmu. Aku masih ingat, Yah. Dulu, dulu sekali. Waktu aku masih terlalu bodoh untuk mengurai rumus-rumus kehidupan ini.
Saat itu matahari pagi masih hangat kurasakan. Aku bahagia, bila aku berhasil mencuri seteguk kopi yang khusus dibuatkan Ibu untukmu. Lalu kau memarahiku. Tapi aku tahu, kau tidak pernah marah padaku, Yah. Aku tahu kau begitu menyayangiku.
“Bagaimana tadi di sekolah?” tanyamu suatu hari padaku.
Lalu dengan bersemangat aku bercerita tanpa bisa kauhentikan.
Aku ceritakan kalau tadi Bu Guru memberiku buku tulis bergambar Micky Mouse karena ujian membacaku dapat nilai sepuluh. Kata Bu Guru aku anak yang pintar. Dia juga bilang Ayah dan Ibu beruntung punya anak seperti aku. Lalu kau tersenyum, mengusap kepalaku yang kecil. Kemudian kau berkata, “Kamu harus lebih rajin belajarnya ya, biar nanti bisa jadi Insinyur.”
“Insinyur itu apa, Yah?” aku bertanya. Kau katakan insinyur itu adalah orang hebat, pintar, dan kaya raya. Dia bisa membuat mobil, pesawat, dan rumah bertingkat.
“Wah, kalu begitu Det ingin jadi insiyur saja, Yah, biar nanti kita tidak jalan kaki lagi ke rumah Nenek. Kan nanti Det sudah punya mobil.”
Lalu kau kembali mengusap kepalaku sambil tersenyum.
Ah, apakah kau tahu, Yah, senyum itu sudah lama tidak aku lihat. Aku begitu merindukan usapan tangan kokohmu. Aroma lumpur dan keringatmu. Kopi buatan Ibu kesukaanmu. Sekarang itu sudah tidak ada.
April 2004
Yah, aku sudah tamat SMP. Tadi kepala sekolah menyebut namaku di depan banyak orang tua. Katanya aku lulusan terbaik tahun ini. Oya, aku juga dibolehkan membawa pulang piala ini. Katanya ini punyaku sebagai juara. Pialanya bagus ya, Yah, warnanya seperti emas. Berarti pialaku sudah dua ya, Yah. Ayah…kenapa kau diam saja? Ah, kau tak kan pernah mengusap kepalaku lagi, Yah, kau tak kan pernah lagi tersenyum untukku. Piala ini ingin kubuang saja. Aku hanya ingin kau membelikanku seragam SMA. Sama waktu aku lulus SD dulu. Tapi waktu itu katamu kita belum ada uang.
“Det, Ayah belum gajian. Kayu bakar kita juga belum ada yang mau membeli. Kamu pakai saja dulu baju Etek Len ya. Nanti kalau Ayah sudah gajian, Ayah belikan seragam baru.”
Kau selalu bisa membuat aku luluh, Yah. Aku selau menunggu janjimu. Tapi sampai hari ini, aku masih belum menerima seragam baru seperti yang kau janjikan waktu itu. Aku tidak percaya lagi denganmu, Yah.
Juni 2005
Aku baru saja pulang dari Payakumbuh. Sekarang aku sudah SMA, Yah. Coba Ayah lihat seragam baru yang dibelikan Etek Rus ini. Mmm… wangi barunya masih ada, Yah. Tapi lagi-lagi kau tak mau berbicara denganku. Kau hanya diam. Tak mau lagi tersenyum. Tak mau lagi mengusap kepalaku.
Lalu aku bertanya pada Ibu. Awalnya Ibu juga sama sepertimu, Yah, dia tidak mau bicara denganku. Lalu aku menangis seperti waktu dulu Ibu tidak mau membelikanku es tong tong yang 200 rupiah itu. Akhirnya Ibu mau juga menjelaskan kepadaku.
“Kami sudah bercerai.”
Aku terkejut, Yah. Aku tidak percaya kalau kau tak kan pernah membelikanku seragam baru. Aku tak percaya kalau Ibu tak kan pernah lagi membuatkan kopi spesial untukmu. Ah, kau jahat padaku, Yah!
Lalu kau berkata padaku.
“Ayah sayang padamu, Det. Tapi ibumu sudah tidak sayang Ayah lagi.”
“Tidak mungkin! Ibu sangat sayang pada Ayah,” jawabku.
Kau hanya menggeleng. “Keadaannya sudah berubah, Nak! Lihatlah, ibumu tidak pernah lagi membuatkan Ayah secangkir kopi.”
“Benarkah?”
Kau tidak menjawab. Kau hanya diam dan pergi.
Lalu aku menangis. Tapi kata Ridho, aku tidak boleh menangis. Itulah Ridho, yah, sahabatku sekarang. sahabat yang selalu menguatkanku ketika aku ingin jatuh. Ridho selalu mengatakan kalau aku pasti bisa jadi insinyur. Ah, dia baik sekali, Yah. Nanti, bila Ayah datang melihatku, aku ingin memperkenalkan Ridho padamu.
***
Ketika aku tanya pada Ibu, dia bilang kau tidak bisa membuatnya bahagia, kau tidak bisa membuatku jadi Insinyur. Makanya dia memintamu menceraikannya. Benarkah Ayah tidak bisa membuatku bahagia bu? Aku bertanya.
“Ya”
Kenapa?
“Ayahmu hanya seorang kuli bangunan, jangankan untuk sekolahmu. Untuk makan saja kita masih sering berutang pada tetangga.”
“Tapi kita bahagia kan, Bu?
“Tapi Ibu tidak."
Ah… Ternyata yang jahat itu Ibu, Yah. Ibu benar sudah tidak sayang lagi dengan kita. Yah, aku benci Ibu. Aku tidak mau lagi tinggal di sini. Aku mau mati saja.
Ayah?? Yah...??
Kau tak pernah lagi menjawab. Hingga kini. Kau tetap bisu. Dan lihatlah, Yah! Aku semakin kurus, aku kurus bukan karena kelaparan. Aku kurus karena memikirkanmu. Bertanya pada rembulan kenapa kau tak pernah lagi datang membelai kepalaku. Tapi rembualan sama jahatnya dengan Ibu, dia tak pernah mau menghiburku. Lihat pulalah, Yah, Ibu sekarang sudah punya suami baru. Aku sangat benci suaminya itu. Kata Ibu aku harus memanggilnya “Ayah”. Tapi aku tidak mau, Yah. Aku tidak akan pernah sudi.
Aku tidak mau berayah seekor monyet. Ya, suami baru Ibu itu sama seperti monyet kulihat. Atau bahkan seperti anjing barangkali. Ibu juga sudah memiliki anak dari monyet itu. Anak itu memanggilku Abang. Tapi aku tidak akan pernah menyahutinya. Pernah aku ingin mencubitnya. Tapi Ibu memarahiku. Ibu benar-benar memarahiku. Tidak sama waktu kau marah dulu, Yah, waktu aku mencuri kopi spesialmu.
September 2009, malam hari
Yah, aku takut sekali. Tapi sore gempa mengguncang kota. Semua bangunan roboh. Begitupun dengan rumah hasil rancanganku. Lihatlah, Yah! Mayat-mayat bergelimpangan di sepanjang jalan. Darah mengalir menganak sungai. Dan isak tangis pilu mengores ulu hati. Yah, masihkah kau diam melihatku seperti ini? Aku sudah tidak kuat lagi, Yah. Sepertinya aku benar-benar mau mati. Kakiku sudah beku,Yah, aku tidak bisa lagi berjalan. Begitupun dengan mataku sudah buta. Percuma aku hidup. Kau tak pernah lagi bisa melihat senyummu yang meneduhkan itu.
“Siapa kau?”
Ketika aku merasakan ada seseorang yang menggenggam tanganku.
“Sssttt.. tenanglah, Det. Kau selamat dari gempa tadi sore. Jangan banyak bergerak dulu.”
Suara itu. Aku seperti mengenal suara itu.
“Ridho? Kaukah itu?”
Lalu orang itu tersenyum. Hah?? Aku melihatnya tersenyum?? Aku bisa melihatnya, Yah. Aku tidak buta.
Lalu siapa wanita tua di sampingnya itu? Wanita dengan baju putih-putih. Malaikat mautkah? Oh, benarkah itu malaikat maut? Dia mau mencabut nyawaku? Oh, tidak!
“Det, buka matamu, Kawan. Buka hatimu.”
Ini ibumu, Det. Dia pintu sorgamu…
Apa? Jadi wanita itu benar ibuku??
Tidak, Dho! Aku benci ibuku!
Tapi Ridho mengatakan aku bukan apa-apa tanpa Ibu, Yah. Kata Ridho aku diharamkan untuk masuk surga tanpa restu Ibu. Benarkah begitu, Yah?
Ibu, kaukah itu? Pandanganku kembali mengabur. Tiba tiba aku merasa haus tiada tara.
“Nak, ini Ibu...”
Oh, indahnya. Indah sekali, Yah. Baru kali ini aku mendengar kata-kata seindah itu.
Lalu Ridho membawa Ibu lebih dekat padaku. Langkah Ibu tertatih. Dia meraba-raba. Aku mencoba memperjelas pandanganku. Ridho, benarkah dia Ibuku? Aku bertanya.
“Ya, Det. Dia Ibu yang melahirkanmu, yang menyapihmu dan menyusuimu. Ibu yang mengikhlaskan nyawanya untukmu. Ibu yang merelakan matanya untukmu...”
Bagai kertas yang dihempas gelombang, aku remuk, Yah. Ternyata Ibu begitu menyayangiku. Sama seperti aku menyayangimu. Mungkin lebih.
Perlahan aku merasakan tangan-tangan mengusap kepalaku. Tapi yang ini begitu lembut, Yah. Ini tangan Ibu ya? tanyaku.
Ibu tak menjawab, Yah. Lalu aku merasakan ada air menetes di pipiku. Ah, seperti air hujan. Bukan, ini bukan air hujan. Ini air mata Ibu, Yah.
“Bu…Ibu menangis?”
Aku tak peduli, Yah. Aku ingin memeluk Ibu sekarang. Kata Ridho, soga itu di bawah telapak kaki Ibu.
Walantaka, Serang 27 Juli 2010

SENYUMAN BIDADARI

Senyuman Bidadari

Penulis: Suden Basayev


Belum pernah aku mengalami keresahan sekalut ini. Sangat menegangkan.
Detik-detik waktu teramat lambat berjalan. Seperti tersedak di helaan nafasku yang tak beraturan. Saat seperti inilah aku benar-benar merasa memerlukan Allah. Hanya Dia yang mampu membantu.
"Duduklah, Nak," bapak-bapak yang melihatku mondar-mandir di ruang tunggu ini mencoba menawariku sambil menepuk-nepuk bangku panjang yang hanya didudukinya seorang. Ia berhenti membaca koran yang sedari tadi menemaninya.
"Makasih, Pak," aku hanya mengangguk padanya sambil coba tersenyum. Tapi kentara sekali aku gugup.
"Anak pertama ya?" tanya bapak-bapak itu menebak.
Aku hanya mengangguk. Mataku menatap ke pintu tertutup yang belum juga ada tanda-tanda akan dibuka. Meski lamat, aku masih bisa mendengar suara erangan mengejan Ifani-ku. Juga suara Ibu menyemangati dan menguatkan menantunya itu.
"Dulu, saya juga sepanik kamu, Nak," bapak itu berkata lagi, "Hanya Allah tempat bermohon."
"Iya, Pak," aku mengangguk. Aku tahu, Ifani sedang berjuang antara hidup dan mati demi kelahiran jabang bayi anak pertama kami. Kuatkan dia ya Allah...
Di benakku terbayang garis bibir Ifani-ku itu. Bibir yang selalu menghias senyum terindah itu kini sedang mengeluarkan rintihan. Rintihan kesakitan yang hanya bisa dirasakan kaum ibu. Erangan yang mampu mengagungkan derajat wanita pada titik tertinggi. Sebuah medan jihad yang hanya diperuntukkan bagi keturunan Hawa...
Aku memaksa diri untuk menenangkan batin dengan duduk di samping si bapak-bapak.
"Yakinlah, semua akan baik-baik saja," orang tua itu berusaha menenangkan hatiku.
Aku menghela nafas setenang mungkin.
"Saya baru saja menerima anugerah cucu ke tiga, Nak. Anak pertama dari bungsu saya. Kemarin suaminya juga sepanik kamu. Itu sangat wajar karena merupakan sesuatu yang baru dalam hidup kalian. Tapi dengan keyakinan dan pasrah pada Allah, semua akan berjalan lancar..."
Aku hanya mengangguk. Otakku belum bisa mencerna semua kata-kata itu dengan baik. Aku masih benar-benar dalam kekalutan teramat.
Ifani, gadis pilihan hatiku yang akhirnya kunikahi hampir setahun yang lalu. Kini dia sedang menahan sakit di hadapan bidan yang membantu persalinannya. Ya Allah, beri kekuatan pada isteriku itu...
***
Aku mengenal Ifani ketika sedang KKN di sebuah desa kecil di kawasan Gunung Kidul. Pertama melihatnya saat aku dan beberapa teman KKN hendak ikut partisipasi di masjid kampung yang menyelenggarakan kegiatan rutin mengajari anak-anak membaca Al Quran atau yang lebih dikenal dengan sebutan TPA.
Kami datang terlambat beberapa menit. TPA sudah dimulai, beberapa remaja yang peduli kemajuan kampung mereka tampak disibukkan menyimak dan mengenalkan huruf-huruf hijaiyah melalui sarana buku iqra.
Teman-teman KKN yang putri langsung membaur ke kelompok remaja putri yang mengampu anak-anak perempuan dengan jilbab-jilbab lucu mereka. Aku sendiri bersama teman-teman KKN putra sudah disibukkan dengan menyimak bacaan iqra bocah-bocah TPA yang putra.
Kelar menyimak bacaan salah satu anak, lalu kuberikan tugas menyalin tulisan Arab dari buku iqra padanya. Menunggu si bocah menyelesaikan tugas, kulepas pandangan mengitari ruangan masjid kampung ini. Lumayan besar meski bangunannya sudah tua. Empat tiang penyangga masjid ini terbuat dari kayu jati asli. Kokoh dengan ukiran tangan orisinil memberi nuansa klasik pada bangunan suci ini.
Tak sengaja mataku menemukan pemandangan yang sangat mengusikku. Mengusik segenap hati dan perasaanku. Menimbulkan getaran yang sangat aneh. Memberi debar dengan birama misterius pada hatiku. Sebuah pemandangan sempurna bagi mata manusia-ku. Yah... Aku menyaksikan senyuman sempurna itu. Senyuman bidadari...
Dia sedang menyimak hafalan juz amma beberapa anak. Senyum puasnya saat memastikan hafalan si anak-anak benar tampak menghias di bibirnya yang, subhanallah, sangat sempurna menurutku. Bibir yang menghiaskan senyum itu sama sekali alami, bibir yang barangkali tak pernah mengenal gincu atau lipstik. Tapi senyuman yang merekah di situ sangat sempurna. Senyum yang akhirnya kusebut sebagai senyum bidadari... Belum pernah kulihat sebelumnya.
"Hei, tundukkan pandangan, Ris!" teguran berbisik dari Labib menyadarkanku.
Aku sedikit tersipu ketahuan melirik ke pemilik senyuman bidadari itu. Agak gugup saat kucoba senyum ke Labib, "Hehe, sori, Bib. Tapi makasih udah ngingetin."
Itu momentum pertama yang sangat berkesan bagiku. Aku merasakan sedang jatuh cinta. Ya, aku telah jatuh hati pada gadis kampung pemilik senyum menawan itu. Ifani, demikian orang tua si gadis memberi nama padanya. Nama unik yang bagiku menambah menarik! Robbana... Aku benar-benar kesengsem padanya.
Selama KKN di kampung Ifani, entah mengapa aku merasa sangat bersemangat. Aku ingin bersama teman-teman bisa memberi arti keberadaan kami di kampung ini dengan turut aktif dalam semua kegiatan kemasyarakatan. Penyuluhan tentang teori bertani yang benar, atau penyuluhan kepada para remaja tentang kemungkinan tantangan zaman yang mau tidak mau pasti akan masuk juga ke kampung terpencil ini.
Kami juga mengupayakan pembuatan sumur warga yang memiliki sumber mata air terbanyak agar dapat membantu persediaan air bersih bagi warga di kampung yang identik dengan kekeringan ini.
Satu yang tak pernah aku tinggalkan adalah menghadiri kegiatan rutin TPA setiap dua hari dalam seminggu di masjid kampung.
"Jangan kotori niat, Ris," Labib mengingatkan. "Hati-hati juga, jangan sampai nama baik almamater tercemar dengan sikap kita."

Aku mengerti. Kampung Ifani masih sangat terpencil, berarti juga sangat sensitif. Bayangkan andai nanti sikap ketertarikanku pada si pemilik senyuman bidadari itu bisa menjadi fitnah.
Benar kata Labib, niatku partisipasi membantu dalam kegiatan TPA ini harusnya lillahi taala, tak boleh diniatkan untuk yang lain, termasuk keinginan menjumpai senyuman pengganggu jiwaku itu. Senyuman bidadari Ifani!
Suatu kali. Kegiatan TPA berakhir tapi mendadak hujan turun dengan sangat derasnya. Kami menahan anak-anak TPA agar jangan nekat pulang. Tak mungkin kami biarkan mereka hujan-hujanan. Untuk menarik perhatian anak-anak kecil itu, Labib mendaulatku untuk menunjukkan keahlianku bercerita.
Anak-anak tampak antusias mendengarkan ceritaku. Aku berkisah tentang Abu Nawas dengan segala kecerdasan dan kecerdikannya. Mereka tampak sangat menikmati ceritaku.
Tak hanya anak-anak, para remaja yang tadi mengajari membaca iqra pun, tampak ikut terbawa dengan suasana penceritaan yang kusajikan. Mereka turut tersenyum salut dengan kecerdikan Abu Nawas saat berulang kali mampu lepas dari jebakan hukuman dari Raja Harun Ar-Rasyid. Dan... di sudut sana, tampak Ifani dengan senyuman rupawannya juga ikut menikmati ceritaku. Entahlah, hatiku berseru girang karenanya. Semoga ada nilai plus diriku yang bisa ditangkapnya. Ah, ada secuil pengharapan membuncah di dadaku. Ifani...
Hujan reda usai kami jamaah sholat Maghrib. Saat perjalanan pulang, Muslimah, mahasiswi ketua kelompok putri, sempat berbincang denganku.
"Gaya berceritamu bagus, Ris," ia memulai dengan sebuah pujian.
"Biasa aja, Mus. Rata-rata anak sastra mampu bercerita," aku merendah. Dan memang tak perlu merasa tinggi untuk hal itu.
"Tau nggak, ada remaja putri yang bilang salut dengan gayamu. Apalagi kamu benar-benar bisa mengajak semua anak TPA masuk ke ceritamu."
"Ah, jangan berlebihan, Mus. Nggak baik seperti itu."
"Iya. Tapi kamu tau nggak, yang bilang gitu siapa?"
"Emang siapa?"
"Ifani, Ris."
Deg. Jantungku berdegub kencang.
"Kenapa, Ris?"
Aku lekas menggeleng. "Apa yang kenapa?"
Muslimah sedikit mencibir. Lalu ia berkata seperti bergumam sendiri, "Benernya Ifani tuh cantik ya, Ris."
"Ya iya, cewek. Kalo cowok ya ganteng," sahutku asal.
"Tapi beda, Ris."
"Apanya?"
"Ia sangat istimewa."
"Apa istimewanya?"
Muslimah tertawa kecil. "Tuh, kan penasaran," godanya.
"Au ah. Kamu juga yang mancing."
"Kenapa kamu terpancing?"
Ah, Muslimah ini kenapa? Ada yang tidak beres nih dengannya...
"Kamu kenapa sih, Mus?" tanyaku.
"Nggak kenapa-napa. Cuman muji Ifani. Emang kamu nggak sepakat dengan pujianku?"
"Aku sih nggak begitu mengenalnya. Kan kalian dari mahasiswi yang lebih dekat dengannya."
"Ya udah. Aku ceritain tentang Ifani. Dia tuh hebat. Istimewa."
Ini sebenarnya yang kutunggu. Bisa kenal gadis itu lebih jauh. "Dari tadi kamu bilang istimewa. Apa yang istimewa?"
"Kamu tahu, Ris, dia hafal Juz Amma dan juz 29."
Aku sedikit terhenyak tak percaya. "Masak sih?"
"Iya. Kami sering menyimak ia murajaah. Hafalannya sangat bagus."
Aku makin terpana, tapi coba kututupi. Jaga gengsi.
"Sejak kecil Ifani senang mendengarkan Ibunya membaca Quran dan menghafal bacaan suci itu."
Luar biasa.
"Gimana, Ris? Makin tertarik?" Muslimah mengerlingkan mata.
"Maksudmu?"
Muslimah mesem-mesem. "Aku udah tau kok, Ris. Kamu menyukai Ifani kan?"
"Hey, kata siapa?" tanyaku cepat.
"Ehem. Cinta itu seperti batuk," sahut Muslimah, "Tak bisa disembunyikan."
"Ah! Ngomong apa sih, Mus. Nggak enak kalo didengar warga. Kampung ini masih sangat sensitif, bisa menjadi fitnah."
"Iya. Aku tau. Tapi kan kalo kamu emang cinta dia..."
"Cinta apaan sih, Mus. Belum-belum sudah ngomong cinta!" lekas kupotong kalimat Muslimah.
"Bukan apa-apa, Ris. Ya udah lah, kamu pikirkan sendiri aja. Yang jelas, Ifani itu istimewa. Satu antara seribu. Kamu mau ngelewatin gitu aja?" Muslimah akhirnya menyudahi semua.
Tapi jujur, obrolan itu benar-benar berpengaruh pada diriku. Aku jadi lebih sering memikirkan tentang Ifani. Iya, benar kata Muslimah, gadis kampung itu teramat istimewa. Aku mengakuinya. Tapi, apa yang harus kuperbuat? Bilang pada gadis itu kalau aku..., hehe, jangan. Aku belum siap menikah. Bilang cinta artinya siap melamar, itu prinsipku.
Tapi rasa itu makin menjadi. Apalagi tiap TPA aku sayup-sayup mendengarkan Ifani melantunkan bacaan Quran membetulkan hafalan anak-anak yang kadang salah panjang-pendeknya. Atau kurang tepat makhraj dan tajwidnya. Gila, aku makin terpikat, kawan!
Tapi aku tak berani bersikap apapun.
Banyaknya aktivitas kemasyarakatan sedikit membantuku untuk melalaikan ingatan pada Ifani. Kesibukan dalam tugas pengabdian cukup menyita waktuku dari sekedar melamunkan indahnya senyum Ifani.
Tapi tiap jelang tidur malam, tak jarang mata ini susah kupejamkan. Senyuman bidadari itu sering mengusik. Robbana... Apa yang musti hamba lakukan?
Untungnya, jatah KKN yang tak lebih dari dua bulan habis juga. Untung atau malah rugi ya? Waktu KKN habis berarti aku tak kan lagi terganggu dengan senyuman itu. Tapi juga berarti, aku "kehilangan" harapan pada gadis itu... Kuserahkan semua padaMu ya Allah.
Tiba waktu perpisahan itu...
Suasana sangat mengharukan mengiring upacara pamitan dan perpisahan kami dengan warga kampung Ifani. Yang bagiku terasa gila adalah tindakan Muslimah yang mempertemukanku dengan Ifani di pendopo balai desa beberapa saat jelang kami meninggalkan kampung ini.
"Ifani, ini Haris," Muslimah berbisik pada Ifani.
Ifani mengangguk. Lalu tersenyum indaah sekali... Robbi, senyuman bidadari itu dia sunggingkan hanya teruntuk aku...
"Mas Haris...," ya Allah, ini pertama kali ia berbicara padaku, menyebut namaku...
"Ya, Ifani. Em, sebentar lagi kami akan meninggalkan kampung indah ini."
"Saya ingin berterima kasih pada Mas Haris dan semuanya. Semoga semua masih selalu sempat mengingat kami. Paling tidak kirimlah kabar sepulang dari sini."
"Insya Allah. Kami juga sangat senang bisa KKN di kampung ini."
Muslimah menyentuh tangan Ifani. Lalu terdengar mahasiswi kedokteran itu bicara, "Ifani, kami pasti mengenang kalian."
Ifani mengangguk senang dan tersenyum lagi. Duh...
"Dan," Muslimah melirikku, "Semoga ada alasan bagus yang bisa memaksa kami kembali berkunjung ke kampung ini..."
"Maksud Mbak?" tanya Ifani tak paham.
"Ya... Barangkali ada hati yang tertinggal di sini...," Muslimah menembakkan kalimatnya ke jantungku yang langsung berdetak kencang.
***
Tangis bayi yang keras menyentakku. Ifani telah menuntaskan jihadnya!
"Anak pertamamu lahir, Nak...," si bapak menepuk pundakku. Lalu menyalamiku, "Selamat menjadi bapak."
Aku mengangguk cepat. "Alhamdulillah, ya Allah..."
Tak lama, aku sudah masuk ke tempat Ifani berbaring lemah. Mukanya pucat tapi ia sudah kembali dengan senyuman bidadarinya.
"Dek, putri kita cantik sekali," kukecup kening bayi merah yang kutimang. Bahagianya hatiku.
"Tentu. Ia mewarisi kecantikan Ibunya dong," Ibuku yang menyahut. Beliau duduk di sisi pembaringan Ifani. Disekanya keringat yang masih menempel di kening sang menantu.
"Bawa kemari, Mas," Ifani meminta kudekatkan si kecil yang tampak tenang. Kuturuti kemauan isteriku ini.
"Dek, bibir putri kita sama persis dengan bibir Adek, ia mewarisi senyuman Adek."
Ifani tersenyum. Kuraih tangannya.
"Adek bisa melihatnya, kan?" kubawa jemari tangan lembut Ifani-ku ini untuk menyentuh wajah dan bibir putri kami yang masih merah.
"Iya, Mas... Adek seperti meraba wajah Adek. Juga bibirnya...," Ifani terus meraba wajah lembut bayi kami. Karena hanya dengan rabaan jemarinya ia bisa menyimpulkan bagaimana bentuk fisik segala sesuatu yang ada di jangkauan tangannya.
Aku terharu. Ia menikmati rabaan itu sebagaimana ia dulu menikmati meraba wajahku di malam pertama pernikahan kami untuk mengenali bagaimana rupaku. Sementara matanya tetap menatap dunia kosong karena Allah menyimpankan sepasang indera penglihatannya itu di surga dari semenjak Ifani lahir ke dunia ini.
Kutarik jemari isteriku ini. Kukecup penuh sayang.
"Mas, Adek belum puas meraba wajah putri kita..." protesnya manja.

CANTIK

Cantik

Penulis: Laili Fitriani

"Sebenarnya kita mau ke mana, Ki?"
Kiki hanya diam seribu bahasa. Diacuhkannya semua pertanyaanku sehingga aku bertanya lagi, entah untuk keberapa kalinya.
"Nanti kamu akan tahu sendiri, La..."
Entah mengapa perasaanku jadi kurang enak. Aku yakin, Kiki tidak akan mungkin membawaku ke tempat yang aneh-aneh. Tapi dia akan membawaku ke mana? Masih menjadi sebuah pertanyaan yang besar.
Sesaat kemudian ia memarkirkan motor vario-nya ke tempat parkir motor.
Aku terkejut bukan main.
"Kiki. Apa yang akan kamu lakukan?"
Menanggapi pertanyaanku Kiki hanya tersenyum simpul.
"Ayo masuk ke dalam, La!"
Aku menunduk. Mengikuti semua titahnya.
Memasuki sebuah tempat yang asing, meski aku telah beratus kali melihatnya, membuatku sedikit canggung dan kaku. Terlebih aku memang awam sama sekali dengan tempat ini atau tempat lain sejenisnya.
"Saya mau konsul dengan dokter Denok. Bisa, Mbak?"
Seorang resepsionis melayani dengan ramah. Kulitnya yang putih mulus membuatku berpikir. Benarkah ia seorang pegawai resepsionis di tempat ini?
"Ada. Silakan ambil nomor antrian dan menunggu di waiting room..."
Klik. Pegawai itu menyerahkan kembali kartu member Kiki.
Kekagumanku tidak berhenti sampai di situ. Saat di waiting room pun aku bertemu dengan orang yang rupawan, jumlahnya kira-kira sekitar sepuluh orang. Dengan santai Kiki mengambil duduk di ujung sudut ruang, berdekatan dengan kolam ikan.
"Sambil menunggu kita bisa pesan sesuatu, La. Kamu mau apa?"
Aku bingung. Semua nama makanan atau minuman yang berada di buku menu sama sekali tak pernah kudengar. Mataku memandang mulai dari nama makanan hingga minuman. Pasrah! Hingga akhirnya aku menemukan nama sebuah minuman yang pernah aku dengar: Orange Juice! Hanya itu kira-kira. Tapi, tunggu dulu! Kuarahkan bola mataku ke sisi kanan menu. Sebuah label harga yang menurutku lumayan gila!
"Ki, apa aku tidak salah lihat. Harga orange juice saja empat puluh ribu?"
"Ini tempat berkelas, La. Mau air putih ya? Kalau air putih harganya cuma dua puluh ribu!"
Aku mengernyitkan dahi. Itu sudah cukup untuk uang makanku selama satu hari.
"Tenang, La! Aku yang akan membayarnya!"
Kini giliran Kiki untuk memeriksakan diri. Tidak seperti kebanyakan pasien yang akan menemui dokter pada umumnya, dia malah tertawa sumringah.
"Mbak tidak ikut masuk?"
Mataku terperanjat. Seorang ibu bertanya padaku. Kira-kira usianya sekitar empat puluhan tahun.
"Ah tidak Bu. Saya hanya mengantar..."
"Kenapa tidak ikut? Bagus loh perawatan di tempat ini! Pengeluaran yang kita lakukan impas dengan hasil yang kita terima! Hehehe..."
"Oh..." Gumamku.
"Tiga bulan yang lalu saya melakukan micro abrasion. Hasilnya lihat sendiri..."
Ia menunjukkan kulit wajahnya yang nyaris tanpa noda dan bintik hitam. Mulus.
"Mumpung masih muda rawat baik-baik wajah kita. Ketika tua kita akan tahu bagaimana hasilnya. Coba Mbak pikir baik-baik. Apa yang harus dilakukan nenek-nenek agar kerutannya hilang?" Ia bertanya padaku.
Kali ini tatapannya lebih serius. Mengamati semua bagian dari wajahku. Rasanya aku ingin menutup wajahku dengan majalah atau kerudung.
"Sayang sekali jika seusia Mbak ini jerawatan. Apalagi sampai menumpuk seperti tumpukan sampah!"
Kuraba dengan hati-hati. Sebuah ganjalan yang selalu menggangguku saat aku sujud. Rasa senut-senut itu tidak bisa lenyap. Bulatan itu makin bundar dan membesar. Makin menjadi-jadi malah. Sret, kututup jerawat yang sudah seminggu bersarang di keningku dengan kerudung.
"Banyak sekali masalah wanita yang berkaitan dengan wajah. Maka dari itu saya rajin ikut produk dan perawatan baru..."
Aku hanya manggut-manggut.
"Selain itu, Mbak...." Tiba-tiba terputus kata-katanya. Membuatku makin penasaran,
"Biar yang di rumah tidak main mata! Itu penting lho, Mbak!"
"Coba tebak. Berapa usia saya?" Ia mencoba mengalihkan ke topik yang lain.
Kali ini aku sedikit memutar otak. Seandainya jawabku meleset sudah pasti aku yang malu. Bisa jadi si Ibu marah padaku.
"Ah, saya tidak tahu, Bu... takut salah!"
Kuteguk beberapa kali minuman berharga selangit itu. Rasanya tak jauh berbeda dengan jus jeruk yang biasa aku beli di ujung jalan kampus. Harganya, jauh berbeda! Cuma tiga ribu perak. Tiga belas kali lebih murah.
"Tebak sajalah!" Ia memaksa.
Akhirnya aku mengalah. Bismillah...
"Tiga puluh delapan!"
Di luar dugaan. Ibu itu tertawa tiada henti.
"Wah, Mbak! Ada-ada saja! Mana mungkin?"
Aku makin bingung. Adakah yang salah?
"Usia saya sudah lima puluh tahun. Heheee."
Untuk kesekian kali ia tertawa lagi. Senyumnya makin berbinar.
☼☼☼
Mataku terbelalak. Pikiranku menerawang. Berusaha untuk mencari sebuah jawaban. Adakah yang salah dengan duniaku selama ini?
Kuraih cermin kecil berbingkai merah. Kupandangi setiap bagian dari wajahku. Mata, alis, bibir, pipi, hingga akhirnya berhenti pada beberapa bagian yang menjadi fokus. Dahi dan daguku. Beberapa jerawat telah duduk rapi dan memerah.
"Duh, kau harus kuhabisi!" kataku.
"Jangaaannn!"
Nania. Tetangga kamarku berteriak.
"Bahaya Mbak Dila! Bisa-bisa jerawatnya makin parah!"
Aku terhenti sejenak.
Kemudian Nania mendekatiku. Dielusnya wajahku.
"Ini wajah yang cantik. Setiap wanita dilahirkan dalam keadaan cantik..."
Bisa-bisanya dia berkata begitu. Bukankah dia dua tahun di bawah angkatanku. Dengan kata lain dia adalah juniorku!
"Jerawat itu muncul karena banyak faktor, Mbak! Bisa karena kita salah kosmetik, alergi atau karena kita malas cuci muka! "
Salah kosmetik, alergi makanan? Apa lagi ini! Mana mungkin orang yang tidak pernah ber-make up salah pakai kosmetik? Kalau tidak pernah cuci muka memang iya.
"Tidak ada salahnya kalau sekali-kali Mbak melakukan perawatan... kalau aku emang nggak sering-sering banget, Mbak!"
"Maksudmu?"
"Ya paling satu bulan sekali. Paling cuma buat facial sama body message treatment saja! Hehe. Sebisa mungkin perawatan lain aku lakukan sendiri, Mbak. Tapi kalau aku sedang di rumah... wah, bisa sebulan empat kali. Mamaku cerewet banget soal penampilan..."
"Oh, begitu..." Kupegang jerawat-jerawatku yang kini mulai muncul lagi.
☼☼☼
"Ini dia Mbak. Salon ini lumayan murah kok. Nggak semahal salonnya Mbak Kiki."
Sebuah salon di gang sempit. Kira-kira hanya berukuran lima meter. Meski begitu pengunjung yang datang lumayan banyak. Sampai-sampai aku harus mengantri.
"Apa keistimewaan salon ini, Na?"
"Mbak lihat saja-lah!"
Benar. Aku mulai mengamati semua kegiatan yang sedang terjadi. Mulai dari facial wajah hingga ibu-ibu paruh baya yang disuntik oleh sesuatu, aku kurang tahu cairan apa yang dimasukkan ke dalam kulitnya itu.
"Kalau yang itu, Na!" aku menunjuk ke arah ibu-ibu yang di suntik tadi.
"Oh itu. Dia lagi di-Botox Mbak. Biar wajahnya tetap mulus. Bebas kerutan."
Mataku terkesima. Apakah tidak sakit menyuntik wajah? Padahal saat ke dokter saja aku ogah-ogahan jika harus disuntik. Entahlah.
"Mbaknya mau perawatan?"
"Tidak." Kataku.
Sejurus kemudian aku merasa ada sesuatu yang janggal. Kuperhatikan baik-baik seseorang yang bertanya padaku tadi. Pakaiannya yang sedikit ketat serta rambut yang berwarna kemerahan saat terkena pantulan cahaya. Tak ada yang aneh.
Tapi tunggu dulu! Postur tubuhnya sedikit kekar. Siapa itu? Aku memasang mata tanpa berkedip. Astaga, ada laki-laki di ruang sempit ini. Ah, bukan! Dia pegawai salon di tempat ini. Tapi mengapa harus laki-laki?
"Na, kenapa ada laki-laki di tempat ini?"
Lugu. Mungkin itu yang ada dibenak Nania. Sambil tersenyum ia menjawab pertanyaanku.
"Itu Jeng Endrah. Pegawai profesional salon ini. Justru salon ini terkenal karena orang itu, Mbak!"
"Endrah. Hmmm... nama yang janggal..." Aku menerka-nerka.
"Nama aslinya Endra. Itu sebelum dia menjadi pegawai salon. Saat itu ia menjadi tukang parkir salon terkenal. Makanya ia banting setir dengan menjadi pegawai salon. Ia mengikuti pelatihan kecantikan dimana-mana. Karena bingung mencari model akhirnya ia menggunakan dirinya sendiri sebagai modelnya. Hasilnya, wajahnya kinclong. Tanpa kumis dan jenggot. Cantik bukan?"
Cerita panjang lebar Nania malah membuyarkan niatku untuk menuntaskan jerawat di salon. Aku merasa jijik. Bagaimana pun wajah adalah sesuatu yang private. Tidak seharusnya disentuh oleh laki-laki. Dengan alasan apapun aku tetap tidak suka!
☼☼☼
"Bagaimana terapi jerawatnya? Kalian jadi ke salon Boncez?"
Ninung cengar-cengir melihat wajahku sayu. Aku diam. Hanya Nania yang masih bercerita panjang tentang pengalamannya yang ditangani langsung oleh ahli kecantikan, Jeng Endrah.
"Pokoknya tidak rugi kalau urusan wajah langsung disentuh oleh ahlinya!" Kata Nania dengan bangga.
"Aku tahu. Beberapa waktu lalu Sofia temanku juga menceritakan Jeng Endrah. Dengan sedikit treatment, semacam facial begitu. Semua bintik hitam di wajahnya lenyap!"
Nania mengerlingkan mata kirinya. Aku tidak bisa menangkap apa artinya sinyal bahasa tubuh itu. Yang jelas malam ini aku hanya ingin di kamar. Sendirian.
☼☼☼
Wajahmu mengalihkan duniaku...
Nyanyian senandung pujian akan kecantikan. Hampir setiap hari Kiki memutar lagu itu di winampnya dengan keras-keras. Mungkin lagu itu begitu mengilhaminya untuk tampil cantik setiap hari.
"Masih bermasalah dengan jerawat-jerawatmu, La?"
Aku mengangguk. Sambil kutunjukkan bentol-bentol yang beranak pinak.
"Kalau kamu nggak suka ke salon. Mending pakai punyaku aja. Aku ada obat anti jerawat. Dijamin aman dan manjur!"
"Betul-betul..." Nania dan Ninung mengamini kata-kata Kiki.
"Baiklah. Aku akan coba!"
Sebenarnya aku tak begitu yakin dengan keampuhan obat jerawat. Merek apapun. Hampir setiap produk anti jerawat yang aku lihat di televisi aku beli dan kucoba. Hasilnya tetap sama. Jerawat tetap bertahan. Bahkan aku menganggapnya makin subur. Seolah tamanan yang dipupuk.
Akhirnya aku jatuh bosan. Menyerahkan jerawat pada waktu dan Tuhan! Cara yang menurutku paling ampuh dan mujarab untuk menghentikan penderitaan tiada berujung ini.
☼☼☼
"Oh, jerawat-jerawatku yang makin hari makin menjadi..."
Sebuah kalimat lagu sendu kunyanyikan. Lirih. Begitu mengena dan syahdu. Sungguh, bentolan kecil ini mengganggu setiap langkahku. Sampai-sampai sholat pun aku tak tenang karenanya.
"Ohhhh...."
Kembali kuhadapkan wajahku dengan cermin kecil berbingkai merah. Tonjolan itu makin membesar dan nampak dengan jelas.
"Makanya jangan memendam sesuatu!"
"Mbak Nila... Kapan Mbak datang?"
Kehadiran Mbak Nila secara tiba-tiba mengagetkanku.
"Pagi tadi. Itu si Kiki lagi sakit. Katanya aku disuruh datang. Tapi nggak boleh ngomong Mama."
"Memangnya Kiki sakit apa, Mbak?"
Segera kusingkirkan cermin dari tanganku. Kembali kurapikan rambutku. Sengaja aku membuat poni agar jerawat di dahi tertutupi.
"Yah, apalagi kalau nggak karena masalah krisis pede!"
Mbak Nila hanya mendesah. Rasanya keadaaan Kiki memang parah. Pantas saja, selama tiga hari ini Kiki tidak keluar kamar. Ia hanya mengurung diri.
"Mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur."
"Nasi? Maksud Mbak apa?"
Air mata Mbak Nila menetes. Matanya memerah. Sembab. Isak tangisnya mulai terdengar. Hanya diam. Itu yang kukerjakan.
"Obsesi Kiki... hiks...hiks..."
Kata-katanya patah. Dengan hati-hati ia melanjutkan.
"Ah, Kiki terlalu terobsesi untuk jadi.... Sudahlah..."
"Mbak Nilaaa.........."
Terdengar jeritan dari kamar Kiki.
Aku luluh. Melihat Kiki pingsan di lantai kamarnya. Wajahnya penuh dengan bentol-bentol merah dan biru. Di rak bukunya penuh dengan berbagai macam kosmetik yang tak kutahu nama dan jenisnya.
Nania dan Ninung saling berpandangan. Sementara Iza hanya diam. Membujur kaku. Ia hanya bisa melihat Kiki dari balik daun pintu.
Nyaris aku pingsan. Tersadar aku masih memiliki sesuatu yang sangat berharga. Kuelus jerawatku dengan penuh kasih.
Cantik, percantiklah dirimu dengan keimanan!
Johor Bahru, 040710

Yamaha Byson 2011

Yamaha Byson Sobat muda penunggang kuda besi tentu tidak asing dengan motor street fighter atau naked bike. Street fighter m...